BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Merumuskan tujuan instruksional dengan jelas, umumnya dianggap sebagai
salah satu langkah pertama yang sangat penting dalam proses perencanaan
kurikulum dan pelajaran yang sistematik.
Menurut Sudjarwo (1984:36) Ada tiga fungsi dasar tujuan instruksional.
Fungsi yang pertama dapat dipakai untuk membantu mendefinisikan arah
instruksional secara umum dan sebagai dan sebagai petunjuk tentang materi
pelajaran yang perlu dicakup. Kedua, memberikan pengarahan tentang metode/
mengajar yang sebaiknya diterapkan. Ketiga, membantu dan mempermudah pengukuran
hasil belajar yang dituangkan dalam prosedur perencanaan dan penilaian.
Menurut Sodjarwo (1984:38) Tujuan instruksional biasanya dibedakan menjadi
dua, yakni maksud atau disebut juga Tujuan Instruksional Umum dan Tujuan
Instruksional Khusus.
Tujuan Instruksional Umun (TIU) yang istilah lainnya adalah “goal”
atau “terminal objective” ruang lingkupnya luas dan merupakan pernyataan
tentang perilaku akhir yang dapat dicapai oleh siswa setelah ia menyelesaikan
satu unit pelajaran atau sub pokok bahasan. Jadi luas jangakauannya tergantung
pada ruang lingkup kegiatan yang dilakukan.
Tujuan Instruksional (TIK) yang istilah lainnya adalah sempit dibanding TIU
dan merupakan hasil penjabaran dari TIU dalam bentuk perilaku spesifik.dengan
kata lain dapat disebutkan bahwa TIK adalah kumpulan dari pernyataan yang lebih
sempit dan terinci dibandingkan TIU yang biasanya dinyatakan dengan kata kerja
yang operasional, sehingga memudahkan pengajar dalam mengukur hasil belajar.
Dalam proses pembuatan TIK rincian pernyataannya didasarkan pada TIU.
Tujuan Instruksional Khusus merupakan lanjutan dari tahap-tahap
pengembangan instruksional yang diawali dari mengidentifikasi kebutuhan
instruksional dan menulis Tujuan Instruksional Umum (TIU),selanjutnya melakukan
analisis instruksional dan mengidentifikasi perilaku karakteristik awal siswa
lalu setelah itu merumuskan Tujuan Instruksional Khusus.
Berdasarkan paparan diatas dapat kita ketahui bahwa Tujuan Instruksional
Khusus merupakan salah satu komponen pembelajaran yang sangat penting bagi
jalanya proses kegiatan belajar mengajar, maka dalam makalah ini akan dibahas
bagaimana perumusan Tujuan Instruksional Khusus.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari tujuan instruksional
khusus?
2. Apa saja syarat-syarat dalam merumuskan tujuan
instruksional khusus?
3. Apa saja komponen dalam merumuskan tujuan
instruksional khusus?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tujuan
instruksional khusus.
2. Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat dari
tujuan instruksional khusus.
3. Untuk mengetahui komponen dalam merumuskan
tujuan instruksional khusus
4. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah perencanaan
pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Menurut Atwi Suparman (2014:212) Tujuan Instruksional Khusus (TIK) merupakan
terjemahan dari specific instructional objective. Literatur asing
menyebutkannya pula sebagai objective, atau enabling objective, untuk
membedakannya dengan general instructional objective, goal, atau
terminal objective. Yang berarti tujuan instruksional umum (TIU) atau
tujuan instruksional akhir.
Dalam program applied approach (AA) yang telah digunakan di
perguruan tinggi seluruh Indonesia TIK disebut sasaran belajar (sasbel)
(Suparman, 2014:212). Sasbel menurut Soekartawi, Suhardjono dkk (1995:
41) adalah pernyataan tujuan instruksional yang sudah sangat rinci. sasaran
belajar harus dituliskan dari segi kemampuan peserta didik. Artinya
mengungkapkan perubahan apa yang diharapkan terjadi pada diri mahasiswa setelah
mengikuti pengajaran pada satu pokok bahasan tertentu.
Dick dan Carey (2000) (dalam Suparman, 2014:213) telah mengulas bagaimana
Robert Mager mempengaruhi dunia pendidikan khususnya di Amerika untuk
merumuskan TIK dengan sebuah kalimat yang jelas dan pasti serta dapat diukur.
Perumusan tersebut berarti TIK diungkapkan secara tertulis dan diinformasikan
kepada siswa atau mahasiswa dan pengajar mempunyai pengertian yang sama tentang
apa yang tercantum dalam TIK.
Perumusan TIK harus dilakukan secara pasti artinya pengertian yang
tercantum di dalamnya hanya mengandung satu pengertian dan tidak dapat
ditafsirkan kepada bentuk lain. Untuk itu TIK harus dirumuskan ke dalam kata
kerja yang dapat dilihat oleh mata (Suparman, 2014:213). Menurut Soedjarwo
(1995: 81) Penulisan sasaran belajar sedikitnya menyatakan tentang: a). Isi
materi dan bahasan b). Tingkat penampilan yang diharapkan c). Prasyarat
pengungkapan hasil kerja. Tentunya secara ideal diharapkan peserta didik
mendapatkan perubahan secara menyeluruh, baik dalam pengetahuan (kognitif),
sikap (afektif), maupun keterampilan (motorik).
Tujuan instruksional dapat menjadi arah proses pengembangan instruksional karena di
dalamnya tercantum rumusan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan
dicapai mahasiswa pada akhir proses instruksional. Keberhasilan siswa dalam
mencapai tujuan tersebut merupakan ukuran keberhasilan sistem instruksional
yang digunakan oleh pengajar.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Tujuan Instruksional Khusus merupakan suatu
rumusan yang menjelaskan apa yang ingin dicapai, atau menjelaskan perubahan
yang terjadi sebagai akibat dari apa yang dipelajari oleh siswa.
B. Syarat-Syarat Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa, Tujuan Instruksional
Khusus merupakan penjabaran dari Tujuan Instruksional Umum. Dalam perumusan
Tujuan Instruksional Khusus harus memperhatikan rambu- rambu sebagai berikut.
1. Rumusan Tujuan
Instruksional Khusus harus merupakan hasil belajar, bukan proses belajar.
Misalnya setelah mengikuti proses diskusi guru mengharapkan siswa mampu
mengidentifikasi ciri- ciri nilai sosial. Rumusan Tujuan Instruksional Khusus
yang benar adalah “siswa mampu mengidentifikasi nilai sosial”. Bukan siswa
mampu mendiskusikan ciri- ciri nilai sosial bukan merupakan rumusan tujuan
tetapi proses pembelajaran;
2. Perangkat Tujuan
Instruksional Khusus dalam satu rencana pembelajaran haruslah komprehensif, artinya
kemampuan dituntut dalam setiap Tujuan Instrusional Khusus hendaknya dari
jenjang yang berbeda. Misalnya, jika dalam satu rencana pembelajaran ada tiga
Tujuan Instruksional Khusus, kemampuan yang dituntut Tujuan Instruksional
Khusus :
a.
dapat menjelaskan;
b.
dapat memberi
contoh dan ;
c.
dapat
menggunakan;
3. Kemampuan yang
dituntut dalam rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus sesuai dengan
kemampuan siswa;
4. Banyaknya Tujuan
Instruksional Khusus yang dirumuskan harus sesuai dengan waktu yang tersedia untuk
mencapainya.
Dengan mempertimbangkan hal- hal tersebut diharapkan akan dihasilkan
rumusan Tujuan Instruksional Khusus yang dapat menjembatani pencapaian Tujuan
Instruksional Khusus. Untuk dapat membuat rumusan Tujuan Instruksional Khusus
yang benar, berikut ini disajikan komponen- komponen yang harus ada dalam suatu
rumusan.
C. Komponen- komponen Rumusan Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan instruksional khusus (TIK) antara lain digunakan untuk menyusun tes
oleh karena itu TIK harus mengandung unsur-unsur yang dapat
memberikan petunjuk kepada penyusun tes agar dapat mengembangkan tes yang benar-benar dapat
mengukur perilaku yang berada di dalamnya. Dalam merumuskan TIK dapat dilakukan
dengan menggunakan dua format yaitu format Merger dan ABCD format.
1. Format Merger
Merger
merekomendasikan syarat-syarat untuk menentukan tujuan perilaku
yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
a.
Mengidentifikasi
tingkah laku terakhir yang ingin dicapai oleh pembelajar;
b.
Menentukan
dalam kondisi bagaimana tingkah laku tersebut dapat dicapai;
c.
Membuat
kriteria spesifik bagaimana tingkah laku tersebut dapat diterima.
Uraian di
atas menunjukan bahwa Merger mengemukakan tujuan tersebut dirumuskan dengan
menentukan bagaimana pembelajar harus melakukannya, bagaimana kondisinya, serta
bagaimana mereka akan melakukannya. Dalam penjabaran TIK ini Merger melibatkan
tiga aspek yaitu begaimana kondisi pencapaian tujuan, kriteria yang ingin
dicapai, serta bagaimana tingkah laku pencapaiannya.
Merger
mendiskripsikan audiense hanya sebagai murid atau pembelajar, dengan
menggunakan sebuah format ”kamu akan bisa untuk”. Para desain pembelajaran yang
menggunakan format Marger ini biasanya menggunakan ”SWABAT” yang berarti ”the student will be able to”.
2. Format ABCD
Menurut Knirk dan
Gustafson dalam Hernawan (2005) dalam merumuskan tujuan instruksional khusus
hendaknya harus mencakup unsur-unsur/komponen yang dikenal dengan singkatan
ABCD (Audience, Behavior, Condition, Degree). Berikut ini penjelasan tentang
komponen perumusan TIK.pada
prinsipnya format ini sama dengan yang dikemukakan oleh Marger, namun pada
bagian ini menambahkan dengan mengidentifikasi audiense, atau subjek
pembelajar. Unsur– unsur tersebut dikenal dengan ABCD yang berasal dari empat
kata sebagai berikut:
A = Audience
B = Behaviour
C = Condition
D = Degree
a.
Audience
Audience merupakan siswa atau peserta
didik yang akan belajar, dalam hal ini pada TIK perlu
dijelaskan siapa peserta didik atau siswa
yang akan belajar. Keterangan tentang siswa yang akan belajar tersebut harus
dijelaskan secara spesifik mungkin, agar seseorang yang berada di luar populasi
yang ingin mengikuti pelajaran tersebut dapat menempatkan diri seperti siswa
atau peserta
didik yang menjadi sasaran dalam sistim instruksional
tersebut. Contohnya: mahasiswa jurusan Statistik Terapan semester II, mahasiswa
Program Studi Manajemen Pendidikan semester I, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III, mahasiswa Fakultas Pendidikan olah raga, dan sebagainya.
b.
Behavior
Merupakan perilaku yang spesifik yang akan
dimunculkan oleh peserta didik setelah selesai proses belajarnya dalam
pelajaran tersebut. Perilaku ini terdiri atas dua bagian
penting, yaitu : kata kerja dan objek. Kata kerja menunjukkan bagaimana peserta
didik mendemonstrasikan sesuatu seperti : menyebutkan, menjelaskan,
menganalisis, menggergaji, dan melompat. Objek menunjukkan apa yang akan
didemonstrasikan itu, misalnya : definisi manajemen, cara menganalisis pupuk
tertentu menjadi komponen-komponen dasarnya, laporan rugi laba, kayu, dan gaya
flop. Komponen perilaku dalam tujuan instruksional khusus adalah tulang
punggung TIK secara keseluruhan. Tanpa perilaku yang jelas, komponen yang lain
menjadi tidak bermakna.
Bila contoh
kata kerja dan objek di atas disatukan dalam bentuk perilaku, akan tersusun
sebagai berikut :
1)
Menyebutkan definisi manajemen
2)
Menjelaskan cara menganalisis pupuk tertentu menjadi
komponen-komponen dasarnya
3)
Menganalisis laporan rugi-laba
4)
Menggergaji kayu
5)
Melompat dengan gaya flop (gaya lompat tinggi yang
mutakhir saat ini).
c.
Condition
Condition yaitu kondisi,
yang berarti batasan yang dikenakan kepada peserta didik atau alat yang
digunakan peserta didik pada saat ia dites. Kondisi itu bukan keadaan pada saat
peserta didik belajar. Tujuan Instruksional Khusus mempunyai komponen peserta
didik dan perilaku seperti kebanyakan digunakan orang seharusnya mengandung
komponen yang memberikan petunjuk kepada pengembang tes tentang kondisi atau
dalam keadaan bagaimana peserta didik diharapkan mendemonstrasikan perilaku
yang dikehendaki pada saat ia dites. Contohnya:
“diberikan sejumlah data, siswa dapat….”(ini berarti bahwa pada saat kita
meminta siswa menunjukkan kemampuan tersebut kita harus menyediakan data)
atau “dengan menggunakan rumus ABC, siswa dapat….” (ini berarti siswa
dianggap sudah menguasai kemampuan tersebut apabila siswa melakukannya dengan
menggunakan rumus ABC. Apabila tidak menggunakan rumus ABC berarti siswa belum
menguasai tujuan tersebut).
Contoh lainnya :
1)
Diberikan berbagai rumus mean, deviasi standar,
korelasi, dan dua deret angka …;
2)
Dengan menggunakan criteria yang ditetapkan;
3)
Dengan diberikan kalimat-kalimat dalam bahasa
Indonesia;
4)
Dengan diberikan data ukuran tanah dan lingkungannya
…;
5)
Diberikan kasus suatu perusahaan;
6)
Diberikan kesempatan tiga hal percobaan.
Bila contoh
kondisi di atas disambung dengan komponen A (peserta didik), B (perilaku), akan
tersusun kalimat-kalimat sebagai berikut :
1.
Jika
diberikan berbagai rumus mean, deviasi, standar, korelasi dan dua deret angka, lulusan jurusan Statistik Terapan
semester II mampu menghitung
angka korelasi.
2.
Dengan
menggunakan kriteria yang ditetapkan untuk menilai komponen-komponen dalam
sistem instruksional, mahasiswa
Program Studi Manajemen Pendidikan semester I mampu menganalisis perbedaan berbagai model desain
instruksional.
3.
Dengan
diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
semester III mampu menerjemahkannya
ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris.
4.
Jika
diberikan kesempatan tiga kali percobaan, mahasiswa Fakultas Pendidikan olah raga mampu melakukan lompat tinggi gaya flop of bury.
Catatan:
komponen C dalam TIK merupakan unsur penting pengembangan instruksional dalam
menyusun tes.untuk tes pilihan ganda, misalnya, komponen C dalam TIK menjadi
dasar penyusunan masalah (stem). Dengan kata lain butir tes harus
relevan kondisi yang telah dijabarkan dalam TIK. Misalnya: dengan menggunakan
rumus-rumus dibawah ini, hitunglah korelasi dua deret angka ini.
d.
Degree
Degree adalah tingkat
ukuran yang dicapai untuk menentukan keberhasilan atau penguasaan siswa
terhadap tingkah laku khusus yang ditetapkan. Tingkat keberhasilan ditunjukkan
dengan batas minimal dari penampilan suatu perilaku yang dapat dianggap
diterima. Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa Degree adalah
tingkat keberhasilan mahasiswa mencapai perilaku tertentu dengan sempurna,
tanpa salah, dalam waktu satu menit, dengan ketinggian 160 cm, atau ukuran
tingkat keberhasilan yang lain. Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan batas
minimal dari penampilan suatu perilaku yang dianggap dapat diterima. Di bawah
batas itu berarti mahasiswa belum mencapai tujuan instruksional khusus yang
telah ditetapkan.
Tingkat keberhasilan pencapaian TIK merupakan batas minimal yang digunakan
untuk menyatakan bahwa penampilan perilaku mahasiswa untuk TIK tersebut dapat
diterima. Apabila menurut hasil analisis instruksional perilaku dalam TIK
merupakan perilaku prasyarat yang harus dikuasai lebih dahulu sebelum
meneruskan mempelajari perilaku yang lain, kedudukan komponen D dan TIK yang
bersangkutan menjadi sangat penting. Karena itu, tingkat
keberhasilan 90% mungkin perlu digunakan untuk TIK tersebut.
Batas 80% atau 90% itu biasanya digunakan untuk menyatakan batas minimal
penguasaan (level of mastery) mahasiswa terhadap perilaku. Prinsip
yang serupa digunakan dalam sistem belajar tuntas, yaitu sistem belajar yang
hanya memperkenankan mahasiswa maju ke bagian berikutnya apabila telah
menguasai bagian sebelumnya. Untuk perilaku yang tidak menjadi prasyarat, batas
tersebut dapat diturunkan, misalnya 65-70%. Untuk suatu perilaku yang harus
dilakukan dengan benar, tidak boleh ada kesalahan, karena hal itu mengandung
akibat bahaya besar, tingkat keberhasilan itu dapat menjadi 100% (sempurna).
Misalnya: Menerbangkan pesawat tempur, melemparkan garnat, mencampur sat kimia
yang berbahaya, atau tendangan pinalti dalam sepak bola.
Singkatan ABCD diharapkan memudahkan kita untuk mengingat keempat unsur
tersebut. Dalam merumuskan suatu TIK, keempat komponen tersebut tidak selalu
tersusun sebagai ABCD, tetapi sering kali CABD.
Rumusan dengan urutan CBAD lebih mudah diikuti bila ingin memerhatikan
perumusan TIK dalam suatu kalimat. Dalam rumusan selengkapnya, berikut ini
diberikan berupa contoh TIK:
Keterangan :
Warna
hijau = komponen A (Audence)
Warna
merah = komponen B (Behavior)
Warna
biru = komponen C (Condition)
Warna
pink = komponen (Degree)
Pola ABCD
- Mahasiswa Jurusan Statistik Terapan semester II mampu menghitung korelasi dengan berbagai rumusan mean, standar deviasi, korelasi, dan dua deret angka yang diberikan, minimal 90% benar.
- Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III mampu menerjemahkan ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris jika diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, paling sedikit 80% benar.
- Mahasiswa Fakultas Pendidikan Olah Raga mampu melakukan lompat tinggi gaya flop of bury jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, minimal setinggi 165 cm.
Pola CABD
- Jika diberikan berbagai rumusan mean, standar deviasi, korelasi, dan dua deret angka, mahasiswa Jurusan Statistik Terapan semester II mampu menghitung korelasi minimal 90% benar.
- Jika diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III mampu menerjemahkannya ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris paling sedikit 80% benar.
- Jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, mahasiswa Fakultas Pendidikan Olah Raga mampu melakukan lompat tinggi gaya flop of bury minimal setinggi 165 cm.
Pola CBAD
- Jika diberikan rumus mean, standar deviasi, korelasi, dan dua deret angka, kemampuan menghitung korelasi mahasiswa Jurusan Statistik Terapan semester II minimal 90% benar.
- Jika diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, kemampuan menerjemahkannya ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris oleh mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III paling sedikit 80% benar.
- Jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, kemampuan melakukan lompat tinggi gaya flop of bury mahasiswa Fakultas Pendidikan Olah Raga minimal setinggi 165 cm.
C. Hubungan TIK dan Isi Pelajaran
Hubungan TIK dan isi pelajaran, antara lain:
1.
Dengan merumuskan TIK anda telah dapat mengidentifikasi
isi pelajaran serta menulis atau memilih bahan pelajaran.
2.
Isi
Pelajaran untuk setiap TIK akan tergambar dalam strategi instruksional. Dengan
perkataan lain rumusan isi pelajaran secara singkat akan dibuat oleh disainer
strategi instruksional.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa Tujuan Instruksional Khusus merupakan suatu rumusan yang menjelaskan apa yang ingin dicapai, atau
menjelaskan perubahan yang terjadi sebagai akibat dari apa yang dipelajari oleh
siswa. Dalam perumusan Tujuan Instruksional Khusus harus memperhatikan rambu-
rambu sebagai berikut.
1. Rumusan Tujuan
Instruksional Khusus harus merupakan hasil belajar, bukan proses belajar.
2. Perangkat Tujuan
Instruksional Khusus dalam satu rencana pembelajaran haruslah komprehensif,
artinya kemampuan dituntut dalam setiap Tujuan Instrusional Khusus hendaknya
dari jenjang yang berbeda.
3. Kemampuan yang
dituntut dalam rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus sesuai dengan
kemampuan siswa;
4. Banyaknya Tujuan
Instruksional Khusus yang dirumuskan harus sesuai dengan waktu yang tersedia
untuk mencapainya.
Dalam merumuskan TIK dapat dilakukan dengan menggunakan dua format yaitu
format Merger dan ABCD format. Menurut Knirk dan Gustafson dalam Hernawan
(2005) dalam merumuskan tujuan instruksional khusus hendaknya harus mencakup
unsur-unsur/komponen yang dikenal dengan singkatan ABCD (Audience, Behavior,
Condition, Degree).
Hubungan TIK dengan isi pelajaran yaitu dengan merumuskan TIK anda
telah dapat mengidentifikasi isi pelajaran serta menulis atau memilih bahan
pelajaran
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Fauziyah, Syiffa. 2013.
Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus. Online, (http://syiffa93yuhu.blogspot.co.id/2013/09/merumuskan-tujuan-instruksional-khusus.html), di
akses tanggal 29 September 2017.
Suparman, Atwi. 2014.
Desain Instruksional Modern : Panduan Para Pengajar dan Inovator Pendidikan
(Edisi Keempat). Jakarta : Erlangga.
Paliama, Andrew Fernando.
2008. Merumuskan Tujuan Instruksional. Online, (http://amboness.blogspot.co.id/2008/05/merumuskan-tujuan-instruksional-khusus.html), di akses tanggal 29 September 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar