3 April 2018

MERUMUSKAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merumuskan tujuan instruksional dengan jelas, umumnya dianggap sebagai salah satu langkah pertama yang sangat penting dalam proses perencanaan kurikulum dan pelajaran yang sistematik.
Menurut Sudjarwo (1984:36) Ada tiga fungsi dasar tujuan instruksional. Fungsi yang pertama dapat dipakai untuk membantu mendefinisikan arah instruksional secara umum dan sebagai dan sebagai petunjuk tentang materi pelajaran yang perlu dicakup. Kedua, memberikan pengarahan tentang metode/ mengajar yang sebaiknya diterapkan. Ketiga, membantu dan mempermudah pengukuran hasil belajar yang dituangkan dalam prosedur perencanaan dan penilaian.
Menurut Sodjarwo (1984:38) Tujuan instruksional biasanya dibedakan menjadi dua, yakni maksud atau disebut juga Tujuan Instruksional Umum dan Tujuan Instruksional Khusus.
Tujuan Instruksional Umun (TIU) yang istilah lainnya adalah “goal” atau “terminal objective” ruang lingkupnya luas dan merupakan pernyataan tentang perilaku akhir yang dapat dicapai oleh siswa setelah ia menyelesaikan satu unit pelajaran atau sub pokok bahasan. Jadi luas jangakauannya tergantung pada ruang lingkup kegiatan yang dilakukan.
Tujuan Instruksional (TIK) yang istilah lainnya adalah sempit dibanding TIU dan merupakan hasil penjabaran dari TIU dalam bentuk perilaku spesifik.dengan kata lain dapat disebutkan bahwa TIK adalah kumpulan dari pernyataan yang lebih sempit dan terinci dibandingkan TIU yang biasanya dinyatakan dengan kata kerja yang operasional, sehingga memudahkan pengajar dalam mengukur hasil belajar. Dalam proses pembuatan TIK rincian pernyataannya didasarkan pada TIU.
Tujuan Instruksional Khusus merupakan lanjutan dari tahap-tahap pengembangan instruksional yang diawali dari mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis Tujuan Instruksional Umum (TIU),selanjutnya melakukan analisis instruksional dan mengidentifikasi perilaku karakteristik awal siswa lalu setelah itu merumuskan Tujuan Instruksional Khusus.
Berdasarkan paparan diatas dapat kita ketahui bahwa Tujuan Instruksional Khusus merupakan salah satu komponen pembelajaran yang sangat penting bagi jalanya proses kegiatan belajar mengajar, maka dalam makalah ini akan dibahas bagaimana perumusan Tujuan Instruksional Khusus.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari tujuan instruksional khusus?
2. Apa saja syarat-syarat dalam merumuskan tujuan instruksional khusus?
3. Apa saja komponen dalam merumuskan tujuan instruksional khusus?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tujuan instruksional khusus.
2.  Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat dari tujuan instruksional khusus.
3.  Untuk mengetahui komponen dalam merumuskan tujuan instruksional khusus
4.  Untuk memenuhi tugas mata kuliah perencanaan pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

Menurut Atwi Suparman (2014:212) Tujuan Instruksional Khusus (TIK) merupakan terjemahan dari specific instructional objective. Literatur asing menyebutkannya pula sebagai objective, atau enabling objective, untuk membedakannya dengan general instructional objective, goal, atau terminal objective. Yang berarti tujuan instruksional umum (TIU) atau tujuan instruksional akhir. 
Dalam program applied approach (AA) yang telah digunakan di perguruan tinggi seluruh Indonesia TIK disebut sasaran belajar (sasbel) (Suparman, 2014:212). Sasbel menurut Soekartawi, Suhardjono dkk (1995: 41) adalah pernyataan tujuan instruksional yang sudah sangat rinci. sasaran belajar harus dituliskan dari segi kemampuan peserta didik. Artinya mengungkapkan perubahan apa yang diharapkan terjadi pada diri mahasiswa setelah mengikuti pengajaran pada satu pokok bahasan tertentu.
Dick dan Carey (2000) (dalam Suparman, 2014:213) telah mengulas bagaimana Robert Mager mempengaruhi dunia pendidikan khususnya di Amerika untuk merumuskan TIK dengan sebuah kalimat yang jelas dan pasti serta dapat diukur. Perumusan tersebut berarti TIK diungkapkan secara tertulis dan diinformasikan kepada siswa atau mahasiswa dan pengajar mempunyai pengertian yang sama tentang apa yang tercantum dalam TIK.
Perumusan TIK harus dilakukan secara pasti artinya pengertian yang tercantum di dalamnya hanya mengandung satu pengertian dan tidak dapat ditafsirkan kepada bentuk lain. Untuk itu TIK harus dirumuskan ke dalam kata kerja yang dapat dilihat oleh mata (Suparman, 2014:213). Menurut Soedjarwo (1995: 81) Penulisan sasaran belajar sedikitnya menyatakan tentang: a). Isi materi dan bahasan b). Tingkat penampilan yang diharapkan c). Prasyarat pengungkapan hasil kerja. Tentunya secara ideal diharapkan peserta didik mendapatkan perubahan secara menyeluruh, baik dalam pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), maupun keterampilan (motorik).
Tujuan instruksional dapat menjadi arah proses pengembangan instruksional karena di dalamnya tercantum rumusan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai mahasiswa pada akhir proses instruksional. Keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan tersebut merupakan ukuran keberhasilan sistem instruksional yang digunakan oleh pengajar.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Tujuan Instruksional Khusus merupakan suatu rumusan yang menjelaskan apa yang ingin dicapai, atau menjelaskan perubahan yang terjadi sebagai akibat dari apa yang dipelajari oleh siswa.

B. Syarat-Syarat Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa, Tujuan Instruksional Khusus merupakan penjabaran dari Tujuan Instruksional Umum. Dalam perumusan Tujuan Instruksional Khusus harus memperhatikan rambu- rambu sebagai berikut.
1.    Rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus merupakan hasil belajar, bukan proses belajar. Misalnya setelah mengikuti proses diskusi guru mengharapkan siswa mampu mengidentifikasi ciri- ciri nilai sosial. Rumusan Tujuan Instruksional Khusus yang benar adalah “siswa mampu mengidentifikasi nilai sosial”. Bukan siswa mampu mendiskusikan ciri- ciri nilai sosial bukan merupakan rumusan tujuan tetapi proses pembelajaran;
2.    Perangkat Tujuan Instruksional Khusus dalam satu rencana pembelajaran haruslah komprehensif, artinya kemampuan dituntut dalam setiap Tujuan Instrusional Khusus hendaknya dari jenjang yang berbeda. Misalnya, jika dalam satu rencana pembelajaran ada tiga Tujuan Instruksional Khusus, kemampuan yang dituntut Tujuan Instruksional Khusus  :
a.       dapat menjelaskan;
b.      dapat memberi contoh dan ;
c.       dapat menggunakan;
3.    Kemampuan yang dituntut dalam rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus sesuai dengan kemampuan siswa;
4.    Banyaknya Tujuan Instruksional Khusus yang dirumuskan harus sesuai dengan waktu yang tersedia untuk mencapainya.
Dengan mempertimbangkan hal- hal tersebut diharapkan akan dihasilkan rumusan Tujuan Instruksional Khusus yang dapat menjembatani pencapaian Tujuan Instruksional Khusus. Untuk dapat membuat rumusan Tujuan Instruksional Khusus yang benar, berikut ini disajikan komponen- komponen yang harus ada dalam suatu rumusan.

C. Komponen- komponen Rumusan Tujuan Instruksional Khusus

Tujuan instruksional khusus (TIK) antara lain digunakan untuk menyusun tes oleh karena itu TIK harus mengandung unsur-unsur yang dapat memberikan petunjuk kepada penyusun tes agar dapat mengembangkan tes yang benar-benar dapat mengukur perilaku yang berada di dalamnya. Dalam merumuskan TIK dapat dilakukan dengan menggunakan dua format yaitu format Merger dan ABCD format.
1. Format Merger
Merger merekomendasikan syarat-syarat untuk menentukan tujuan perilaku yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
a.    Mengidentifikasi tingkah laku terakhir yang ingin dicapai oleh pembelajar;
b.    Menentukan dalam kondisi bagaimana tingkah laku tersebut dapat dicapai;
c.    Membuat kriteria spesifik bagaimana tingkah laku tersebut dapat diterima.
Uraian di atas menunjukan bahwa Merger mengemukakan tujuan tersebut dirumuskan dengan menentukan bagaimana pembelajar harus melakukannya, bagaimana kondisinya, serta bagaimana mereka akan melakukannya. Dalam penjabaran TIK ini Merger melibatkan tiga aspek yaitu begaimana kondisi pencapaian tujuan, kriteria yang ingin dicapai, serta bagaimana tingkah laku pencapaiannya.
Merger mendiskripsikan audiense hanya sebagai murid atau pembelajar, dengan menggunakan sebuah format ”kamu akan bisa untuk”. Para desain pembelajaran yang menggunakan format Marger ini biasanya menggunakan ”SWABAT” yang berarti ”the student will be able to”.
2. Format ABCD
Menurut Knirk dan Gustafson dalam Hernawan (2005) dalam merumuskan tujuan instruksional khusus hendaknya harus mencakup unsur-unsur/komponen yang dikenal dengan singkatan ABCD (Audience, Behavior, Condition, Degree). Berikut ini penjelasan tentang komponen perumusan TIK.pada prinsipnya format ini sama dengan yang dikemukakan oleh Marger, namun pada bagian ini menambahkan dengan mengidentifikasi audiense, atau subjek pembelajar. Unsur– unsur tersebut dikenal dengan ABCD yang berasal dari empat kata sebagai berikut:
A = Audience    
B = Behaviour  
C = Condition   
D = Degree
a.    Audience
Audience merupakan siswa atau peserta didik yang akan belajar, dalam hal ini pada TIK perlu dijelaskan siapa peserta didik atau siswa yang akan belajar. Keterangan tentang siswa yang akan belajar tersebut harus dijelaskan secara spesifik mungkin, agar seseorang yang berada di luar populasi yang ingin mengikuti pelajaran tersebut dapat menempatkan diri seperti siswa atau peserta didik yang menjadi sasaran dalam sistim instruksional tersebut. Contohnya: mahasiswa jurusan Statistik Terapan semester II,  mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan semester I, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III, mahasiswa Fakultas Pendidikan olah raga, dan sebagainya.
b.    Behavior
Merupakan perilaku yang spesifik yang akan dimunculkan oleh peserta didik setelah selesai proses belajarnya dalam pelajaran tersebut. Perilaku ini terdiri atas dua bagian penting, yaitu : kata kerja dan objek. Kata kerja menunjukkan bagaimana peserta didik mendemonstrasikan sesuatu seperti : menyebutkan, menjelaskan, menganalisis, menggergaji, dan melompat. Objek menunjukkan apa yang akan didemonstrasikan itu, misalnya : definisi manajemen, cara menganalisis pupuk tertentu menjadi komponen-komponen dasarnya, laporan rugi laba, kayu, dan gaya flop. Komponen perilaku dalam tujuan instruksional khusus adalah tulang punggung TIK secara keseluruhan. Tanpa perilaku yang jelas, komponen yang lain menjadi tidak bermakna.
Bila contoh kata kerja dan objek di atas disatukan dalam bentuk perilaku, akan tersusun sebagai berikut :
1)      Menyebutkan definisi manajemen
2)      Menjelaskan cara menganalisis pupuk tertentu menjadi komponen-komponen dasarnya
3)      Menganalisis laporan rugi-laba
4)      Menggergaji kayu
5)      Melompat dengan gaya flop (gaya lompat tinggi yang mutakhir saat ini).
c.    Condition
Condition yaitu kondisi, yang berarti batasan yang dikenakan kepada peserta didik atau alat yang digunakan peserta didik pada saat ia dites. Kondisi itu bukan keadaan pada saat peserta didik belajar. Tujuan Instruksional Khusus mempunyai komponen peserta didik dan perilaku seperti kebanyakan digunakan orang seharusnya mengandung komponen yang memberikan petunjuk kepada pengembang tes tentang kondisi atau dalam keadaan bagaimana peserta didik diharapkan mendemonstrasikan perilaku yang dikehendaki pada saat ia dites. Contohnya: “diberikan  sejumlah data, siswa dapat….”(ini berarti bahwa pada saat kita meminta siswa menunjukkan kemampuan tersebut kita harus menyediakan data)  atau  “dengan menggunakan rumus ABC, siswa dapat….” (ini berarti siswa dianggap sudah menguasai kemampuan tersebut apabila siswa melakukannya dengan menggunakan rumus ABC. Apabila tidak menggunakan rumus ABC berarti siswa belum menguasai tujuan tersebut).
Contoh lainnya :
1)   Diberikan berbagai rumus mean, deviasi standar, korelasi, dan dua deret angka …;
2)   Dengan menggunakan criteria yang ditetapkan;
3)   Dengan diberikan kalimat-kalimat dalam bahasa Indonesia;
4)   Dengan diberikan data ukuran tanah dan lingkungannya …;
5)   Diberikan kasus suatu perusahaan;
6)   Diberikan kesempatan tiga hal percobaan.
Bila contoh kondisi di atas disambung dengan komponen A (peserta didik), B (perilaku), akan tersusun kalimat-kalimat sebagai berikut :
1.    Jika diberikan berbagai rumus mean, deviasi, standar, korelasi dan dua deret angka, lulusan jurusan Statistik Terapan semester II mampu menghitung angka korelasi.
2.    Dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan untuk menilai komponen-komponen dalam sistem instruksional, mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan semester I mampu menganalisis perbedaan berbagai model desain instruksional.
3.    Dengan diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III mampu menerjemahkannya ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris.
4.    Jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, mahasiswa Fakultas Pendidikan olah raga mampu melakukan lompat tinggi gaya flop of bury.
Catatan: komponen C dalam TIK merupakan unsur penting pengembangan instruksional dalam menyusun tes.untuk tes pilihan ganda, misalnya, komponen C dalam TIK menjadi dasar penyusunan masalah (stem). Dengan kata lain butir tes harus relevan kondisi yang telah dijabarkan dalam TIK. Misalnya: dengan menggunakan rumus-rumus dibawah ini, hitunglah korelasi dua deret angka ini.
d.    Degree
Degree adalah tingkat ukuran yang dicapai untuk menentukan keberhasilan atau penguasaan siswa terhadap tingkah laku khusus yang ditetapkan. Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan batas minimal dari penampilan suatu perilaku yang dapat dianggap diterima. Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa Degree adalah tingkat keberhasilan mahasiswa mencapai perilaku tertentu dengan sempurna, tanpa salah, dalam waktu satu menit, dengan ketinggian 160 cm, atau ukuran tingkat keberhasilan yang lain. Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan batas minimal dari penampilan suatu perilaku yang dianggap dapat diterima. Di bawah batas itu berarti mahasiswa belum mencapai tujuan instruksional khusus yang telah ditetapkan.
Tingkat keberhasilan pencapaian TIK merupakan batas minimal yang digunakan untuk menyatakan bahwa penampilan perilaku mahasiswa untuk TIK tersebut dapat diterima. Apabila menurut hasil analisis instruksional perilaku dalam TIK merupakan perilaku prasyarat yang harus dikuasai lebih dahulu sebelum meneruskan mempelajari perilaku yang lain, kedudukan komponen D dan TIK yang bersangkutan menjadi sangat penting. Karena itu, tingkat keberhasilan 90% mungkin perlu digunakan untuk TIK tersebut.
Batas 80% atau 90% itu biasanya digunakan untuk menyatakan batas minimal penguasaan (level of mastery) mahasiswa terhadap perilaku. Prinsip yang serupa digunakan dalam sistem belajar tuntas, yaitu sistem belajar yang hanya memperkenankan mahasiswa maju ke bagian berikutnya apabila telah menguasai bagian sebelumnya. Untuk perilaku yang tidak menjadi prasyarat, batas tersebut dapat diturunkan, misalnya 65-70%. Untuk suatu perilaku yang harus dilakukan dengan benar, tidak boleh ada kesalahan, karena hal itu mengandung akibat bahaya besar, tingkat keberhasilan itu dapat menjadi 100% (sempurna). Misalnya: Menerbangkan pesawat tempur, melemparkan garnat, mencampur sat kimia yang berbahaya, atau tendangan pinalti dalam sepak bola.
Singkatan ABCD diharapkan memudahkan kita untuk mengingat keempat unsur tersebut. Dalam merumuskan suatu TIK, keempat komponen tersebut tidak selalu tersusun sebagai ABCD, tetapi sering kali CABD.  Rumusan dengan urutan CBAD lebih mudah diikuti bila ingin memerhatikan perumusan TIK dalam suatu kalimat. Dalam rumusan selengkapnya, berikut ini diberikan berupa contoh TIK:
Keterangan :
Warna hijau = komponen A (Audence)
Warna merah = komponen B (Behavior)
Warna biru = komponen C (Condition)
Warna pink = komponen (Degree)
Pola ABCD
  1. Mahasiswa Jurusan Statistik Terapan semester II mampu menghitung korelasi dengan berbagai rumusan mean, standar deviasi, korelasi, dan dua deret angka yang diberikan, minimal 90% benar.
  2. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III mampu menerjemahkan ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris jika diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, paling sedikit 80% benar.
  3. Mahasiswa Fakultas Pendidikan Olah Raga mampu melakukan lompat tinggi gaya flop of bury jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, minimal setinggi 165 cm.
Pola CABD
  1. Jika diberikan berbagai rumusan mean, standar deviasi, korelasi, dan dua deret angka, mahasiswa Jurusan Statistik Terapan semester II mampu menghitung korelasi minimal 90% benar.
  2. Jika diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III mampu menerjemahkannya ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris paling sedikit 80% benar.
  3. Jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, mahasiswa Fakultas Pendidikan Olah Raga mampu melakukan lompat tinggi gaya flop of bury minimal setinggi 165 cm.


Pola CBAD
  1. Jika diberikan rumus mean, standar deviasi, korelasi, dan dua deret angka, kemampuan menghitung korelasi mahasiswa Jurusan Statistik Terapan semester II minimal 90% benar.
  2. Jika diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, kemampuan menerjemahkannya ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris oleh mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III paling sedikit 80% benar.
  3. Jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, kemampuan melakukan lompat tinggi gaya flop of bury mahasiswa Fakultas Pendidikan Olah Raga minimal setinggi 165 cm.

C. Hubungan TIK dan Isi Pelajaran

Hubungan TIK dan isi pelajaran, antara lain:
1.    Dengan merumuskan TIK anda telah dapat mengidentifikasi isi pelajaran serta menulis atau memilih bahan pelajaran.
2.    Isi Pelajaran untuk setiap TIK akan tergambar dalam strategi instruksional. Dengan perkataan lain rumusan isi pelajaran secara singkat akan dibuat oleh disainer strategi instruksional.  


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa Tujuan Instruksional Khusus merupakan suatu rumusan yang menjelaskan apa yang ingin dicapai, atau menjelaskan perubahan yang terjadi sebagai akibat dari apa yang dipelajari oleh siswa. Dalam perumusan Tujuan Instruksional Khusus harus memperhatikan rambu- rambu sebagai berikut.
1.    Rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus merupakan hasil belajar, bukan proses belajar.
2.    Perangkat Tujuan Instruksional Khusus dalam satu rencana pembelajaran haruslah komprehensif, artinya kemampuan dituntut dalam setiap Tujuan Instrusional Khusus hendaknya dari jenjang yang berbeda.
3.    Kemampuan yang dituntut dalam rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus sesuai dengan kemampuan siswa;
4.    Banyaknya Tujuan Instruksional Khusus yang dirumuskan harus sesuai dengan waktu yang tersedia untuk mencapainya.
Dalam merumuskan TIK dapat dilakukan dengan menggunakan dua format yaitu format Merger dan ABCD format. Menurut Knirk dan Gustafson dalam Hernawan (2005) dalam merumuskan tujuan instruksional khusus hendaknya harus mencakup unsur-unsur/komponen yang dikenal dengan singkatan ABCD (Audience, Behavior, Condition, Degree).
Hubungan TIK dengan isi pelajaran yaitu dengan merumuskan TIK anda telah dapat mengidentifikasi isi pelajaran serta menulis atau memilih bahan pelajaran

B. Saran


DAFTAR PUSTAKA


Fauziyah, Syiffa. 2013. Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus. Online, (http://syiffa93yuhu.blogspot.co.id/2013/09/merumuskan-tujuan-instruksional-khusus.html), di akses tanggal 29 September 2017.

Suparman, Atwi. 2014. Desain Instruksional Modern : Panduan Para Pengajar dan Inovator Pendidikan (Edisi Keempat). Jakarta : Erlangga.

Paliama, Andrew Fernando. 2008. Merumuskan Tujuan Instruksional. Online, (http://amboness.blogspot.co.id/2008/05/merumuskan-tujuan-instruksional-khusus.html), di akses tanggal 29 September 2017.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar