3 April 2018

MELAKUKAN ANALISIS INTRUKSIONAL dan MENGIDENTIFIKASI PERILAKU DAN KARAKTERISTIK AWAL PESERTA DIDIK



Setiap akan melakukan proses pembelajaran, seorang pengajar akan menyiapkan sebuah desain pembelajaran. Diantara pengajar itu ada yang mempersiapkan seluruh kegiatan pembelajarannya secara khusus jauh sebelum memulainya dan ada pula yang membuat persiapannya untuk setiap kali proses pembelajarannya. Kelompok pengajar yang lain merasa tidak perlu membuat persiapan apapun sebelum memulai proses pembelajaran.
Kelompok yang terakhir di atas langsung mengajar karena merasa telah dapat mengajar dengan baik apabila mengetahui topik yang akan diajarkan untuk setiap kali pertemuan. Setiap pengajar baik yang membuat persiapan maupun tidak, selalu mencari cara untuk melaksanakan kegiatan instruksionalnya dengan sebaik-baiknya. Demikian pula setiap pengelola program pendidikan dan latihan senantiasa mencari jalan meningkatkan programnya melalui cara yang dianggapnya baik.
Setiap pengajar yang membuat persiapan dalam proses pembelajaran selalu diawali dengan membuat tujuan instruksional umum (TIU). Tetapi ada pula pengembang instruksional termasuk pengajar melompat dari TIU ke TIK, tes, atau isi pelajaran tanpa melalui analisis instruksional (analisis pembelajaran) sehingga menghasilkan kegiatan instruksional yang tidak sistematis.
Implikasi proses pengembangan instruksional yang melompat antara lain yaitu daftar TIK yang telah disusun tidak konsisten dengan TIU-nya seperti kurang lengkap atau berlebihan, materi tes tidak terperinci, urutan isi pelajaran kurang sistematis, titik berangkat materi pelajaran tidak sesuai dengan kemampuan awal peserta didik, dan cara penyajiannya tidak sesuai dengan karakteristik peserta didik.
Ketrampilan melakukan analisis instruksional (pembelajaran) sangat penting bagi kegiatan instruksional karena pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus diberikan lebih dahulu dari yang lain dapat ditentukan dari hasil analisis instruksional. Dengan demikian pengajar jelas melihat arah kegiatan instruksionalnya secara bertahap menuju pencapaian TIU sehingga pengajar terhindar dari pemberian isi pelajaran yang tidak relevan dengan TIU.

1.      Bagaimana melakukan analisis intruksional?
2.      Bagaimana mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik?
1.    Untuk memahami tentang analisis intruksional.
2.    Untuk memahami tentang mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik.

1.      Konsep Analisis Intruksional
Analissi intruksional adalah proses menjabarkan kompetrensi umum menjadi subkompetensi, kompetensi dasar atau kompetensi khusus yang tersusun secara logis dan sistematik. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mengidentifikasi daftar subkompetensi dan menyusun hubungan natara yang satu dengan yang  lain menuju kopetensi umum. Dari susunan tersebut, jelaslah kedudukan subkompetensi yang perlu dicapai lebih dahulu dari yang lain karena berbagai hal seperti  keedudukannya sebagai subkompetensi yang hierarkinya lebih tinggi,subkompetensi yang menurut proses psikologis muncul lebih dahulu atau secara kronologis terjadi lebih awal.
Dengan melakukan analisis intruksional, akan tergambar susunan subkompetensi dari yang paling awal hingga yang paling akhir. Baik jumlah maupun susunan subkompetensi tersebut akan memberikan keyakinan kepada pengajar bahwa  kompetrensi umum yang tercantum dalam TIU dapat dicapai secara efektif dan efesien. Dengan perkataann lain, peserta didik akan mencapai kompetensi umum melalui tahap pencapaian serangkaian subkompetensi. daftar subkompetensi khusus yang telah tersusun secara sistematik menuju kompetensi umum itu laksana jalan yang paling singkat yang akan dilalaui peserta didik untuk mencapai tujuannya dengan baik.
Hasil analisis intruksional adalah peta subkopentensi yang menunjukkan susunan sub kompetensi yng paling dasar hingga kompetensi yang paling tinggi seperti yang dirumuskan dalam TIU. Namun, peta subkompetensi ini belum menunjukan kompetensi awal yang telah dikuasai oleh peserta diddik sebelum mengikuti pembelajaran.
Untuk melakukan penyusunan seluruh subkompetensi atau kompetensi dasar tersebut dengan benar, pendesain intruksional perlu memahami empat macam struktur kompetensi, yaitu sebagai berikut:
a.       Struktur Hierarkis ( hierarchical)
Struktur kompetensi yang hierarkis adalah kedudukan dua kompetensi yang menunjukkan bahwa salah satu kompetensi hanya dapat dilakukan bila telah menguasai kompetensi yang lain. Perhatikan contoh-contoh berikut ini :
1)      Kedududukan kompetensi menerapkan ststistika lanjutan dan kompetensi menerapkan statistik dasar.
2)      Kedudukan kompetensi mengukur luas sebidang tanah tertentu terhadapa kompetensi mengukur panajng benda.
3)      Kedudukan kompetensi mengambil keputusan terhadap kompetensi menganalisis altyernatif pemecahan masalah.
b.      Struktur Prosedural
Struktur kompetensi prosedural adalah kedudukan beberapa kompetensin yang menunjukkan satu seri atau urutan kompetensi, tetapi untuk mempelajarinya tidak ada yang menjadi prasyarat bagi yang lain. Walaupun kedua kompetensi khusus itu harus dilakukan berurutan untuk dapat dipelajari secara terpisah. Berikut ini tedapat beberapa contoh kompetensi yang tersruktur secara prosedural:
1)      Dalam melakukan kompetensi umum lari cepat terdapat sedikitnya tiga subkompetensi yang terstruktur secara prosedural.
2)      Dalam menggunakan laptop untuk  menampilkan bahan power point sedikitnya ada tiga kompetensi struktural  sacara prosedural.
3)      Dalam mengetik dangan menggunakan laptop, sedikitnya ada empat kompetensi yang terstruktural sacara prosedural.
c.       Struktur Pengelompokkan
Struktur ini menunjukkan satu rumpun kompetensi yang tidak mempunyai ketrgantungan urutan antara satu dan yang lain,walaupun semuanya berhubungan.dalam keadaan seperti itu, garis penghubng antara kompetensi yang satu dan yang lain tidak diperlukan.
d.      Struktur Kombinasi
Struktur kombinasi adalah gabungan dari dua atasu tiga struktur kompetensi. Suatu kompetensi umum bila diuraikan menjadi subkompetensi dapat terstuktur berdasarkan kombinasi dari stuktur hierarkis, prosedural, dan pengelompokan.
1)      Kompetensi umum menghitung korelasi antara beberapa deret data dengan menggunakan berbagai rumus.
Untuk menghitung korelasi dua deret dengan menggunakan berbagai rumus yang ada di perlukan dua subkompetensi, yaitu menghitung korelasi dua deret skor itu dengan rumus skor mentah dan rumus deviasi. Kedua subkompetensi ini dapat dilakukan secara terpisah. Namun, keduanya menjadi bagian dari kompetensi umummenghitung korelasi dengan berbagai rumus.
Sub kompetensi menghitung korelasi dengan rumus skor mentah ini mempunyai persyaratan pula, yaitu menghitung jumlah kuadrat setiap deretan angka, menghitung jumlah setiap deretan angka dan menghitung jumlah perkalian kedua deret angka.
Untuk menghitung korelasi dua deret angka dengan menggunakan rumus deviasi diperlukan persyaratan kompetensi menghitung deviasi standar. Sedangkan menghitung deviasi standar dapat dipelajari bila telah dikuasai kompetensi menghitung diviasi. Sebelum itu juga perlu dikuasai kompetensi menghitung rata-rata.
2)      Kompetensi umum melakukan lari cepat
Kompetensi umum melakukan lari cepat terbentuk dengan cara merangkaikan tiga subkompetensi khusus yaitu start, lari dan melintasi garis finish. Kompetensi merangkaikan ketiga kompetensi khusus tersebut hanya dapat dilakukan bila satu persatu dari ketiga kompetensi tersebut telah dikuasai lebih dahulu. Dengan demikian, merangkaikan start, lari dan melintas garis finish membutuhkan prasyarat kemampuan melakukan setiap gerakan tersebut satu per satu.
Namun mana yang lebih dahulu harus diajarkan di antara ketiga gerakan tersebut? Terserah pendesain instruksional setiap pendesain instruksional dapat memilih salah satu di antaranya. Kedudukan ketiga gerakan tersebut antara satu dan yang lain terstruktur sebagai prosedural, bukan hierarkis. Mengapa? Dalam merangkaikan ketiganya pasti dimulai dengan start, dilanjutkan dengan lari, kemudian diakhiri dengan melintasi garis finish, tetapi dalam mempelajarinya tidak harus berurutan seperti itu. Pengajar sering kali memulai kegiatan instruksional dengan teknik lari, bukan dengan teknik start. Bahkan teknik start itu diajarkan paling akhir karena dianggap paling sulit dan rumit.  
2.      Langkah-langkah Praktis Melakukan Analisis Instruksional
Berikut ini adalah langkah-langkah praktis yang digunakan dalam melakukan analisis instruksional:
a.       Menuliskan kompetensi umum yang telah anda tulis dalam TIU untuk mata pelajaran yang sedang anda kembangkan.
b.      Menulis setiap subkompetensi yang menurut anda menjadi bagian dari kompetensi umum tersebut. Jumlah subkompetensi untuk setiap kompetensi umum berkisar antara 5-10 buah. Bila sangat diperlukan, anda masih mungkin menambahkannya lebih banyak.
c.       Menyusun subkompetensi tersebut kedalam suatu daftar dalam urutan yang logis dan dimulai dari kompetensi umum, subkompetensi yang paling dekat hubungannya dengan kompetensi umum dan diteruskan mundur hingga subkompetensi yang paling jauh dari kompetensi umum.
d.      Menambah subkompetensi tersebut atau mengurangi jika perlu. Tanamkan dalam pikiran anda bahwa anda harus berusaha melengkapi daftar subkompetensi itu.
e.       Menulis setiap subkompetensi tersebut dalam suatu lembar kartu atau ketas ukuran 3 x 5 cm.
f.       Menyusun kartu tersebut diatas meja atau lantai dengan menempatkannya dalam struktur hierarkis, prosedural atau pengelompokan, menurut kedudukan masing-masing terhadap kartu yang lain. Letakkan kartu-kartu tersebut sejajar atau horizontal untuk kompetensi-kompetensi yang mempunyai struktur prosedural dan pengelompokan serta letakkan secara vertikal untuk kompetensi-kompetensi yang hierarkis. Dalam proses ini anda seolah-olah sedang bermain kartu dengan cara mencocokkan letak suatu kartu diantara kartu yang lain. Hal itu akan mengasyikkan, mungkin memakan waktu berjam-jam.
g.      Jika perlu, tambahakan dengan subkompetensi lain yang dianggap perlu atau kurangi bila dianggap lebih. Sampai batas ini, anda harus yakin betul bahwa tidak ada subkompetensi yang masih ketinggalan atau kelebihan serta susunannya menurut struktur hierarkis, prosedural, pengelompokan, atau kombinasi.
h.      Menggambarkan letak setiap subkompetensi tersebut dalam bentuk kotak-kotak diatas kertas lebar sesuai dengan letak kartu yang telah anda susun. Hubungkan kotak-kotak yang telah anda gambar tersebut dengan garis-garis vertikal dan horizontal untuk menyatakan hubungannya yang hierarkis, prosedural, atau pengelompokan.
i.        Meneliti kemungkinan menghubungkan kompetensi umum yang satu dengan yang lain atau berbagai subkompetensi yang berada dibawah kompetensi umum yang berbeda.
j.        Memberi nomor urut ada setiap subkompetensi dimulai dari yang terjauh hingga yang terdekat dengan kompetensi umum. Pemberian nomor urut ini akan menunjukan urutan kompetensi tersebut bila diajarkan kepada peserta didik. Ada hal yang perlu diperhatikan dalam memberi nomor urut tersebut. Pertama, pemberian nomor urut setiap subkompetensi yang terstruktur hierarkis harus dilakukan dari bawah ke atas. Kedua, pemberian nomor urut setiap subkompetensi yang terstruktur prosedural dapat berlainan dari urutan penampilan berbagai subkompetensi tersebut dalam pekerjaan. Urutan dalam subkompetensi tersebut dilakukan dari yang lebih sederhana ke yang lebih kompleks atau sulit dan kemiripan atau kaitan gerakan yang satu dan yang lain. Ketiga, pemberian nomor urut subkompetensi yang terstruktur pengelompokan dilakukan dengan cara yang sama dengan prosedural.
k.      Mengkonsultasikan atau mendiskusikanbagan yang telah anda susun dengan teman sejawat untuk mendapatkan masukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam diskusi tersebut adalah:
1)      Lengkap tidaknya daftar subkompetensi sebagai penjabaran dari setiap kompetensi umum.
2)      Logis tidaknya urutan dari kompetensi menuju kompetensi umum.
3)      Struktur hubungan semua subkompetensi tersebut (hierarkis, prosedural, pengelompokan, atau kombinasi).
Setiap subkompetensi yang telah ditulis masih dapat diperinci lagi menjadi subkompetensi yang lebih kecil atau harus tergantung kepada keinginan pendesain instruksional, sampai batas mana ia akan berhenti. Dalam praktik melakukan analisis instruksional bagi kebutuhan mata kuliah atau mata pelajaran anda, satu kompetensi umum dapat diuraikan sehingga menjadi 5-10 kompetensi khusus. Pekerjaan menganalisis tersebut sangat menantang, tetapi tidak terlalu sulit sepanjang anda dapat menyediakan waktu untuk itu dan berkonsentrasi penuh. Pekerjaan tersebut sangat menuntut penggunaan logika. Disinilah salah satu letak penggunaan kompetensi tingkat analisis dalam proses desain instruksional.
Keterampilan peserta didik di dalam kelas sangatlah heterogen. Sebagian peserta didik sudah banyak mengetahui tentang materi yang diajarkan, sedangkan sebagian lagi belum mengetahuinya sama sekali. Bila pengajar lebih memerhatikan kelompok pesrta didik yang pertama, kelompok yang kedua merasa tertinggal, tidak dapat menangkap pelajaran yang diberikan. Sebaliknya, bila pengajar lebih memerhatikan kelompok yang kedua, kelompok pertama akan merasa tidak belajar apa-apa dan bosan.
Untuk mengatasi hal ini, ada dua pendekatan yang dapat dipilih. Pertama, peserta didik menyesuaikan dengan materi pelajaran dan kedua, sebaliknya, materi pelajaran disesuaikan dengan peserta didik.
Pendekatan pertama, peserta didik menyesuaikan dengan materi pelajaran, dapat dilakukan sebagai berikut:
1.      Seleksi Penerimaan Peserta Didik
a.       Pada saat pendaftaran, peserta didik diwajibkan memiliki latar belakang pendidikan yang relevan dengan program pendidikan yang akan diambilnya.
b.      Setelah memenuhi syarat pendaftaran di atas, peserta didik mengikuti tes masuk dalam pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan program pendidikan yang akan diambilnya.
Proses seleksi ini sering dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan formal seperti perguruan tinggi dalam menyeleksi calon peserta didik untuk memasuki universitas dan sekolah-sekolah menengah swasta yang ingin memilih calon siswa yang baik.
2.      Tes dan Pengelompokan Peserta Didik
Setelah melalui seleksi seperti dijelaskan dalam butir satu, terdapat kemungkinan bahwa pengajar masih menghadapi masalah, yaitu heterogennya peserta didik yang mengambil mata pelajran tertentu. Karena itu, perlu dilakukan tes sebelum mengikuti pelajaran untuk mengelompokkan peserta didik yang boleh mengikuti mata pelajaran tersebut. Selanjutnya, atas dasar hasil tes, setiap kelompok tersebut mengikuti tingkat pelajaran tertentu. Tes dan pengelompokkan seperti ini bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga pengelola kursus baha inggris.
3.      Lulus Mata Kuliah atau Mata Pelajaran Prasyarat
Alternatif lain untuk butir dua di atas adalah mengharuskan peserta didik lulus mata kuliah atau mata pelajaran yang memiliki prasyarat. Dalam suatu program pendidikan seperti di Perguruan Tinggi, terdapat sebagian mata kuliah yang mengharuskan prasyarat seperti itu.
Pendekatan kedua, materi pelajaran disesuaikan dengan peserta didik. Pendekatan ini hampir tidak memerlukan seleksi penerimaan peserta didik. Pada dasarnya, siapa saja boleh masuk dan mengikuti pelajaran tersebut. Peserta didik yang masih belum mengetahui sama sekali dapat mempelajari materi pelajaran tersebut dari awal karena materi pelajaran memang disediakan dari tingkat itu. Peserta didik yang sudah banyak mengetahui materi dapat memulainya dari tengah atau di atasnya. Bahan pelajaran itu didesain untuk dapat menampung peserta didik dalam tingkat kemampuan awal manapun. Selanjutnya, peserta didik dapat maju menurut kecepatan masing-masing karena bahan tersebut disesain utnuk hal tersebut. Walaupun pada dasarnya tidak perlu seleksi, bila mata pelajaran tersebut diberikan dalam rangka program pendidikan formal, seleksi penerimaan peserta didik tetap diadakan.seleksi ini bertujuan untuk menerima peserta didik yang dapat memenuhi syarat pendidikan secara formal, misalnya harus memiliki ijazah SMA untuk masuk Universitas Terbuka, atau ijazah SD untuk SMTP Terbuka. Seleksi tersebut sangat longgar, karena materi pelajarannya didesain untuk menampung peserta didik yang heterogen. Pendekatan kedua ini belum bisa dilakukan dalam sistem pendidikan di luar pendidikan jarak jauh atau sistem pendidikan yang memberikan pelajaran secara klasikal.
Kedua pendekatan diatas bila dilakukan secar ekstrem, tidak sesuai untuk mengatasi masalah heterogennya peserta didik dalam sistem pendidikan biasa. Karena itu, marilah kita lihat pendekatan ketiga yang mengkombinasikan kedua pendekatan di atas. Pendekatan ketiga ini memiliki ciri sebagai berikut:
a.       Menyeleksi penerimaan peserta didik atas dasar latar belakang pendidikan atau ijazah. Seleksi ini biasanya lebih bersifat administratif.
b.      Melaksanakan tes untuk mengetahui kemampuan dan karakteristik awal peserta didik. Tes ini tidak digunakan sebagai alat menyeleksi peserta didik, tetapi untuk dijadikan dasar penyusunan bahan pelajaran.
c.       Menyusun bahan instruksional yang sesuai dengan kemampuan dan karakteristik awal peserta didik.
d.      Menggunakan sistem instruksional yang memungkinkan peserta didik maju menurut kecepatan dan kemampuan masing-masing.
e.       Memberikan supervise kepada peserta didik secara individual.
Dalam uraian diatas diperoleh gambaran bahwa perilaku dan karakteristik awal peserta didik sangatlah penting, karena memiliki implikasi terhadap penyusunan bahan belajar dan sistem instruksional.
1.      Perilaku Awal Peserta Didik
Siapakah kelompok sasaran, populasi sasaran, atau peserta didik kegiatan instraksional itu? Istilah itu digunakan untuk menanyakan dua hal tentang perilaku peserta didik: pertama, menanyakan peserta didik yang mana atau peserta didik jenjang pendidikan apa. kedua, menanyakan sejauh mana kompetensi, kemampuan atau pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dikuasai peserta didik sehingga mereka dapat (eligible) mengikuti kegiatan instruksional tersebut.
Pertanyaan diatas sangat penting dijawab oleh pendesain instruksional sehingga sejak permulaan kegiatan instruksional telah dirancang dan disesuaikan dengan peserta didik yang akan mengikutinya. Jawaban itu merupakan suatu batasan bagi peserta didik yang bermaksud mengikuti kegiatan instruksional tersebut dan bila belum memiliki perilaku awal tersebut, sebaiknya peserta didik tidak mengikuti kegiatan instruksional tersebut.
Populasi sasaran dirumuskan secara spesifik seperti dibawah ini:
a.       Mata kuliah ini disediakan bagi peserta didik yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1)      Terdaftar pada perguruan tinggi ini pada tahun ajaran atau semester ini.
2)      Telah lulus mata kuliah A.
b.      Pelajaran ini disusun bagi siswa kelas II SMA yang mempunyai minat dalam kelompok bidang studi AI.
c.       Kursus ini disediakan bagi karyawan pemerintah atau perusahaan swasta yang memenuhi syarat sebagi berikut:
1)      Mempunyai ijazah minimal sarjana muda dalam bidang X atau setaraf.
2)      Telah pernah mengikuti dan lulus dalam kursus Y.
3)      Menguasai bahasa inggris minimal secara pasif untuk membaca dan mendengarkan kuliah dalam bahasa inggris.
                                                                                                                                    
Penentuaan populasi sasaran seperti contoh tersebut diatas akan dapat membantu kelancaran penyelenggaraan instuksional.
Penentuan opulasi ini biasanya ditetapkan oleh lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan, tetapi seorang pendesain instruksional masih perlu mencari informasi lebih jauh tentang kemampuan populasi sasaran yang dimaksud dalam menguasai setiap kompetensi dasar yang telah dirumuskan dalam analisis instruksional. Tingkat penguasaan populasi sasaran dalam kompetensi-kompetensi dasar itu perlu di identifikasi agar pendesain instruksional dapat menentukan mana batas kompetensi dasar  yang sudah dikuasai peserta didik sehingga tidak perlu diajarkan kembali, dan sebaliknya mana yang belum dikuasai peserta didik untuk diajarkan dengan demikian ,pendesain instruksional dapat pula menentukan titik awal yang sesuai bagi seluruh atau sebagian besar peserta didik.
Ada 3 macam sumber yang dapat memberikan informasi kepada pendesain instruksional, yaitu:
a.       Peserta didik atau calon peserta didik.
b.      Orang-orang yang mengetahui kemampuan peserta didik atau calon peserta didik dari dekat seperti guru atau atasannya.
c.       Pengelolahan program pendidikan yang biasa mengajarkan mata pelajaran tersebut.
Teknik pengumpulan data yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi kebutuhan instruksional yaitu kuesioner, wawancara dan observasi, dan tes. Teknik tersebut dapat pula digunakan untuk  mengidentifikasi perilaku awal peserta didik. Pihak yang memberikan informasi diminta untuk mengidentifikasi seberapa jauh tingkat penguasaan peserta didik atau calon peserta didik dalam setiap kompetensi dasar melalui skala penilaian (rating scale).
Teknik yang dapat menghasilkan data yang lebih keras adalah tes penampilan dan observasi terhadap pelaksanaan pekerjaan peserta didik serta tes tertulis. Tetapi, bila tes seperti itu tidak tepat dilakukan karna dirasakan kurang etis ,misalnya bagi peserta pelatihan yang sudah dewasa, kesulitan teknik pelaksanaan,atau tidak mungkin dilakukan karena sebab yang lain, penggunaan skala penilaian saja sudah cukup memadai.skala penilaian tersebut diisi oleh orang-orang yang mengetahui secara pasti terhadap kemampuan peserta didik dan atau diisi oleh peserta didik sebagai self-report. Skala penilaian yang bersifat self report ini biasanya menggunakan tipe likert.
Berdasarkan masukan ini,dapat ditetapkan titik berangkat atau permulaan pelajaran yang harus diberikan pada peserta didik.titik berat itu adalah kompetensi dasar yang berada diatas kompetensi dasar yang telah dikuasai peserta didik atau calon peserta didik.dengan demikian, akan terbentuk garis yang disebut sebagai entering behavior line yang memisahkan kedua kelompok kompetensi dasar tersebut.
Apakah perbedaan kegiatan ini dengan proses mengidentifikasi kebutuhan instraksional? pertama, kebutuhan instraksional untuk mengidentifikasi benar tidaknya masalah yang dihadapi harus diselesaikan dengan penyelenggaraan kegiatan instruksional, sedangkan mengidentifikasi entering behaviour line tidak berhubungan dengan masalah tersebut.kedua,kebutuhan instraksional untuk mengidentifikasi kompetensi umum atau kompetensi yang paling tinggi yang akan dijadikan TIU,. sedangkan kegiatan mengidentifikasi kompetensi awal digunakan untuk mengidentifikasi kompetensi dasar yang telah dikuasai peserta didik .hasil akhir dari kegiatan mengidentifikasi kompetensi awal ini akan dijadikan pedoman untuk menetapkan kompetensi-kompetensi dasar yang tidak perlu diajarkan lagi atau menetapkan kompetensi prasyarat yang perlu dikuasai peserta didik.dengan demikian ,hasil kegiatan tersebut dapat pula digunakan untuk menetapkan titik berangkat dalam mengajar.
Informasi yang diperoleh dari peserta didik,masyarakat, dan pendidik tidak selalu sejalan.pengetahuan dan keterampilan yang dirasakan telah cukup dikuasai oleh peserta didik, adakalanya dinilai sebaliknya oleh sumber informasi yang lain. Demikian pula pengetahuan atau keterampilan yang dianggap tidak penting dan tidak  relevan oleh peserta didik,mungkin dianggap sebaliknya oleh pendidik. Dalam hal seperti itu, pengembang instruksional yang melakukan kegiatan identifikasi perilaku awal peserta didik harus menafsirkan data dengan lebih hati-hati. Walaupun pada dasarnya pengembang instraksional harus lebih memusatkan perhatian pada informasi yang diperoleh dari peserta didik,data dari sumber lain tidak dapat diabaikan begitu saja.untuk data yang sulit ditafsirkan karena perbedaan pendapat berbagai pihak seperti yang digambarkan tadi,perlu diadakan pendekatan melalui seminar atau pertemuan kecil yang dikuti berbagai pihak yang bersangkutan dan pengembangan program agar dapat ditarik kesimpulan yang lebih tepat.
2.      Karakteristik awal peserta didik
Disamping mengidentifikasi perilaku awal peserta didik,pendesain instruksional perlu pula mengidentifikasi karakteristik peserta didik yang berhubungan dengan keperluan proses desain instraksional. Karakteristik awal adalah ciri peserta didik sebelum mengikuti pelajaran. Ciri tersebut diperkirakan dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan pencapaian tujuan instraksional sehingga perlu diperhitungkan dalam proses desain instruksional pengetahuan instruksional tentang minat peserta didik pada umumnya ,misalnya pada olahraga, karena sebagian besar peserta didik  adalah penggemar olahraga, dapat dijadikan bahan dalam memberikan contoh pada saat menguraikan isi pembelajaran.demikian pula pengetahuan pendesain instruksional kekurang mampuan peserta didik dalam membaca bahasa inggris merupakan masukan untuk memilih bahan-bahan instruksional yang tidak banyak menggunakan bahasa inggris . pendesain instruksional mungkin perlu menerjemahkannya terlebih dahulu kedalam bahasa Indonesia.
Contoh lain adalah bila peserta didik senang dengan lelucon, pendesain instruksional sebaiknya mempertimbangkan penggunaan lelucon dalam strategi instruksional. Bila peserta didik sebagian besar tidak memiliki pemutar video di rumah, pendesain instraksional tidak dapat membuat program video dan mewajibkannya untuk dipelajari peserta didik dirumah.
Karakteristik peserta didik berikut ini perlu dipertimbangkan dalam proses desain instraksional.
a.       Latar belakang pendidikan sebelumnya sebagai faktor yang mempengaruhi penentuan entering-behavior line.
b.      Motivasi belajar, eksternal atau internal sebagai dasar memilih strategi pemberian motivasi bagi peserta didik.
c.       Akses terhadap sumber belajar yang relevan dengan materi instraksional untuk menentukan rujukan bahan instraksional yang perlu dipelajari.
d.      Kebiasaan belajar mandiri dan disiplin dalam mengatur waktu belajar untuk tugas-tugas pekerjaan rumah.
e.       Akses terhadap saluran komunikasi dan media teknologi informasi untuk dijadikan pertimbangkan dalam penggunaan bimbingan secara online dan pencarian sumber belajar melalui internet.
f.       Kebiasaan atau budaya membaca untuk menetukan intensitas penggunaan media noncetak, gambar, table, grafik dan sebagainya dalam bahan pembelajaran. Selain itu, kebiasaan dan budaya belajar itu memberikan inspirasi untuk perlunya menyusun strategi instraksional yang mampu membuat peserta didik belajar sambil berfikir tentang penerapan materi yang dipelajarinya dalam pekerjaan atau kehidupan sehari-hari. Pendesain instraksional perlu mempertimbangkan kebutuhan merancang variasi penyajian contoh-contoh  praktis sebagai bagian dari presentasi dan uraian materi yang sedang dipelajari peserta didik .
g.      Domisili tempat tinggal, bila diukur dengan jarak tempuh kepusat kegiatan belajar, sebaiknya dipertimbangkan dalam merancang kegiatan belajar tatap muka tambahan di dalam lingkungan lembaga pendidikan dan atau pendayagunaan TIK.
Teknik yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi karakteristik awal peserta didik sama dengan teknik yang digunakan dalam mengidentifikasi perilaku awal, yaitu kuesioner, wawancara, observasi, dan tes.
Informasi yang dikumpulkan perlu dibatasi pada karakteristik peserta didik yang berhubungan langsung dengan proses belajarnya sehingga ada manfaat langsung dalam proses desain instruksional.


Ketrampilan melakukan analisis instruksional (pembelajaran) sangat penting bagi kegiatan instruksional karena pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus diberikan lebih dahulu dari yang lain dapat ditentukan dari hasil analisis instruksional. Dengan demikian pengajar jelas melihat arah kegiatan instruksionalnya secara bertahap menuju pencapaian TIU sehingga pengajar terhindar dari pemberian isi pelajaran yang tidak relevan dengan TIU.
Kegiatan analisis instruksional merupakan proses menjabarkan perilaku umum ke perilaku khusus yang tersusun senara logis dan sistematis. Kegiatan tersebut untuk mengidentifikasi perilaku-perilaku khusus yang dapat menggambarkan perilaku umum secara lebih terperinci. Dalam menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus terdapat empat macam susunan, yaitu struktur hierarkikal, prosedural, pengelompokan dan struktur kombinasi. Analisis instruksional dilakukan oleh pengembang instruksional dengan langkah-langkah yang sistematis.
Dalam proses perencanaan pembelajaran guru diharapkan dapan melakukan analisis intruksional dengan baik. Hal ini dikarenakan untuk membuat suatu perencanaan pembelajaran yang baik di butuhkan analisis intruksional yang tepat.

Atwi Suparman, M. 2012. Desain Instruksional. Jakarta: Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar