Setiap akan
melakukan proses pembelajaran, seorang pengajar akan menyiapkan sebuah desain pembelajaran.
Diantara pengajar itu ada yang mempersiapkan seluruh kegiatan pembelajarannya
secara khusus jauh sebelum memulainya dan ada pula yang membuat persiapannya
untuk setiap kali proses pembelajarannya. Kelompok pengajar yang lain merasa
tidak perlu membuat persiapan apapun sebelum memulai proses pembelajaran.
Kelompok yang terakhir di atas langsung mengajar karena merasa telah dapat mengajar dengan baik apabila mengetahui topik yang akan diajarkan untuk setiap kali pertemuan. Setiap pengajar baik yang membuat persiapan maupun tidak, selalu mencari cara untuk melaksanakan kegiatan instruksionalnya dengan sebaik-baiknya. Demikian pula setiap pengelola program pendidikan dan latihan senantiasa mencari jalan meningkatkan programnya melalui cara yang dianggapnya baik.
Kelompok yang terakhir di atas langsung mengajar karena merasa telah dapat mengajar dengan baik apabila mengetahui topik yang akan diajarkan untuk setiap kali pertemuan. Setiap pengajar baik yang membuat persiapan maupun tidak, selalu mencari cara untuk melaksanakan kegiatan instruksionalnya dengan sebaik-baiknya. Demikian pula setiap pengelola program pendidikan dan latihan senantiasa mencari jalan meningkatkan programnya melalui cara yang dianggapnya baik.
Setiap pengajar
yang membuat persiapan dalam proses pembelajaran selalu diawali dengan membuat
tujuan instruksional umum (TIU). Tetapi ada pula pengembang instruksional
termasuk pengajar melompat dari TIU ke TIK, tes, atau isi pelajaran tanpa
melalui analisis instruksional (analisis pembelajaran) sehingga menghasilkan
kegiatan instruksional yang tidak sistematis.
Implikasi proses
pengembangan instruksional yang melompat antara lain yaitu daftar TIK yang
telah disusun tidak konsisten dengan TIU-nya seperti kurang lengkap atau
berlebihan, materi tes tidak terperinci, urutan isi pelajaran kurang
sistematis, titik berangkat materi pelajaran tidak sesuai dengan kemampuan awal
peserta didik, dan cara penyajiannya tidak sesuai dengan karakteristik peserta
didik.
Ketrampilan
melakukan analisis instruksional (pembelajaran) sangat penting bagi kegiatan
instruksional karena pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus diberikan
lebih dahulu dari yang lain dapat ditentukan dari hasil analisis instruksional.
Dengan demikian pengajar jelas melihat arah kegiatan instruksionalnya secara
bertahap menuju pencapaian TIU sehingga pengajar terhindar dari pemberian isi
pelajaran yang tidak relevan dengan TIU.
1. Bagaimana
melakukan analisis intruksional?
2. Bagaimana
mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik?
1. Untuk
memahami tentang analisis intruksional.
2. Untuk
memahami tentang mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik.
1.
Konsep
Analisis Intruksional
Analissi
intruksional adalah proses menjabarkan kompetrensi umum menjadi subkompetensi,
kompetensi dasar atau kompetensi khusus yang tersusun secara logis dan
sistematik. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mengidentifikasi daftar
subkompetensi dan menyusun hubungan natara yang satu dengan yang lain menuju kopetensi umum. Dari susunan
tersebut, jelaslah kedudukan subkompetensi yang perlu dicapai lebih dahulu dari
yang lain karena berbagai hal seperti
keedudukannya sebagai subkompetensi yang hierarkinya lebih
tinggi,subkompetensi yang menurut proses psikologis muncul lebih dahulu atau
secara kronologis terjadi lebih awal.
Dengan
melakukan analisis intruksional, akan tergambar susunan subkompetensi dari yang
paling awal hingga yang paling akhir. Baik jumlah maupun susunan subkompetensi
tersebut akan memberikan keyakinan kepada pengajar bahwa kompetrensi umum yang tercantum dalam TIU
dapat dicapai secara efektif dan efesien. Dengan perkataann lain, peserta didik
akan mencapai kompetensi umum melalui tahap pencapaian serangkaian
subkompetensi. daftar subkompetensi khusus yang telah tersusun secara
sistematik menuju kompetensi umum itu laksana jalan yang paling singkat yang
akan dilalaui peserta didik untuk mencapai tujuannya dengan baik.
Hasil
analisis intruksional adalah peta subkopentensi yang menunjukkan susunan sub
kompetensi yng paling dasar hingga kompetensi yang paling tinggi seperti yang
dirumuskan dalam TIU. Namun, peta subkompetensi ini belum menunjukan kompetensi
awal yang telah dikuasai oleh peserta diddik sebelum mengikuti pembelajaran.
Untuk
melakukan penyusunan seluruh subkompetensi atau kompetensi dasar tersebut
dengan benar, pendesain intruksional perlu memahami empat macam struktur
kompetensi, yaitu sebagai berikut:
a. Struktur
Hierarkis ( hierarchical)
Struktur kompetensi yang hierarkis
adalah kedudukan dua kompetensi yang menunjukkan bahwa salah satu kompetensi
hanya dapat dilakukan bila telah menguasai kompetensi yang lain. Perhatikan
contoh-contoh berikut ini :
1) Kedududukan
kompetensi menerapkan ststistika lanjutan dan kompetensi menerapkan statistik
dasar.
2) Kedudukan
kompetensi mengukur luas sebidang tanah tertentu terhadapa kompetensi mengukur
panajng benda.
3) Kedudukan
kompetensi mengambil keputusan terhadap kompetensi menganalisis altyernatif
pemecahan masalah.
b. Struktur
Prosedural
Struktur kompetensi prosedural
adalah kedudukan beberapa kompetensin yang menunjukkan satu seri atau urutan
kompetensi, tetapi untuk mempelajarinya tidak ada yang menjadi prasyarat bagi
yang lain. Walaupun kedua kompetensi khusus itu harus dilakukan berurutan untuk
dapat dipelajari secara terpisah. Berikut ini tedapat beberapa contoh
kompetensi yang tersruktur secara prosedural:
1) Dalam
melakukan kompetensi umum lari cepat terdapat sedikitnya tiga subkompetensi
yang terstruktur secara prosedural.
2) Dalam
menggunakan laptop untuk menampilkan
bahan power point sedikitnya ada tiga kompetensi struktural sacara prosedural.
3) Dalam
mengetik dangan menggunakan laptop, sedikitnya ada empat kompetensi yang
terstruktural sacara prosedural.
c. Struktur
Pengelompokkan
Struktur ini menunjukkan satu
rumpun kompetensi yang tidak mempunyai ketrgantungan urutan antara satu dan
yang lain,walaupun semuanya berhubungan.dalam keadaan seperti itu, garis
penghubng antara kompetensi yang satu dan yang lain tidak diperlukan.
d. Struktur
Kombinasi
Struktur kombinasi adalah gabungan
dari dua atasu tiga struktur kompetensi. Suatu kompetensi umum bila diuraikan
menjadi subkompetensi dapat terstuktur berdasarkan kombinasi dari stuktur
hierarkis, prosedural, dan pengelompokan.
1) Kompetensi
umum menghitung korelasi antara beberapa deret data dengan menggunakan berbagai
rumus.
Untuk menghitung korelasi dua
deret dengan menggunakan berbagai rumus yang ada di perlukan dua subkompetensi,
yaitu menghitung korelasi dua deret skor itu dengan rumus skor mentah dan rumus
deviasi. Kedua subkompetensi ini dapat dilakukan secara terpisah. Namun,
keduanya menjadi bagian dari kompetensi umummenghitung korelasi dengan berbagai
rumus.
Sub kompetensi menghitung korelasi
dengan rumus skor mentah ini mempunyai persyaratan pula, yaitu menghitung
jumlah kuadrat setiap deretan angka, menghitung jumlah setiap deretan angka dan
menghitung jumlah perkalian kedua deret angka.
Untuk menghitung korelasi dua
deret angka dengan menggunakan rumus deviasi diperlukan persyaratan kompetensi
menghitung deviasi standar. Sedangkan menghitung deviasi standar dapat
dipelajari bila telah dikuasai kompetensi menghitung diviasi. Sebelum itu juga
perlu dikuasai kompetensi menghitung rata-rata.
2) Kompetensi
umum melakukan lari cepat
Kompetensi umum melakukan lari
cepat terbentuk dengan cara merangkaikan tiga
subkompetensi khusus yaitu start, lari dan melintasi garis finish. Kompetensi
merangkaikan ketiga kompetensi khusus tersebut hanya dapat dilakukan bila satu
persatu dari ketiga kompetensi tersebut telah dikuasai lebih dahulu. Dengan
demikian, merangkaikan start, lari dan melintas garis finish membutuhkan prasyarat
kemampuan melakukan setiap gerakan tersebut satu per satu.
Namun mana yang lebih dahulu harus
diajarkan di antara ketiga gerakan tersebut? Terserah pendesain instruksional
setiap pendesain instruksional dapat memilih salah satu di antaranya. Kedudukan
ketiga gerakan tersebut antara satu dan yang lain terstruktur sebagai
prosedural, bukan hierarkis. Mengapa? Dalam merangkaikan ketiganya pasti
dimulai dengan start, dilanjutkan dengan lari, kemudian diakhiri dengan
melintasi garis finish, tetapi dalam mempelajarinya tidak harus berurutan
seperti itu. Pengajar sering kali memulai kegiatan instruksional dengan teknik
lari, bukan dengan teknik start. Bahkan teknik start itu diajarkan paling akhir
karena dianggap paling sulit dan rumit.
2.
Langkah-langkah
Praktis Melakukan Analisis Instruksional
Berikut ini adalah
langkah-langkah praktis yang digunakan dalam melakukan analisis instruksional:
a.
Menuliskan kompetensi
umum yang telah anda tulis dalam TIU untuk mata pelajaran yang sedang anda
kembangkan.
b.
Menulis setiap
subkompetensi yang menurut anda menjadi bagian dari kompetensi umum tersebut.
Jumlah subkompetensi untuk setiap kompetensi umum berkisar antara 5-10 buah.
Bila sangat diperlukan, anda masih mungkin menambahkannya lebih banyak.
c.
Menyusun subkompetensi
tersebut kedalam suatu daftar dalam urutan yang logis dan dimulai dari
kompetensi umum, subkompetensi yang paling dekat hubungannya dengan kompetensi
umum dan diteruskan mundur hingga subkompetensi yang paling jauh dari
kompetensi umum.
d.
Menambah subkompetensi
tersebut atau mengurangi jika perlu. Tanamkan dalam pikiran anda bahwa anda
harus berusaha melengkapi daftar subkompetensi itu.
e.
Menulis setiap
subkompetensi tersebut dalam suatu lembar kartu atau ketas ukuran 3 x 5 cm.
f.
Menyusun kartu
tersebut diatas meja atau lantai dengan menempatkannya dalam struktur
hierarkis, prosedural atau pengelompokan, menurut kedudukan masing-masing
terhadap kartu yang lain. Letakkan kartu-kartu tersebut sejajar atau horizontal
untuk kompetensi-kompetensi yang mempunyai struktur prosedural dan
pengelompokan serta letakkan secara vertikal untuk kompetensi-kompetensi yang
hierarkis. Dalam proses ini anda seolah-olah sedang bermain kartu dengan cara
mencocokkan letak suatu kartu diantara kartu yang lain. Hal itu akan
mengasyikkan, mungkin memakan waktu berjam-jam.
g.
Jika perlu, tambahakan
dengan subkompetensi lain yang dianggap perlu atau kurangi bila dianggap lebih.
Sampai batas ini, anda harus yakin betul bahwa tidak ada subkompetensi yang
masih ketinggalan atau kelebihan serta susunannya menurut struktur hierarkis,
prosedural, pengelompokan, atau kombinasi.
h.
Menggambarkan letak
setiap subkompetensi tersebut dalam bentuk kotak-kotak diatas kertas lebar
sesuai dengan letak kartu yang telah anda susun. Hubungkan kotak-kotak yang
telah anda gambar tersebut dengan garis-garis vertikal dan horizontal untuk
menyatakan hubungannya yang hierarkis, prosedural, atau pengelompokan.
i.
Meneliti kemungkinan
menghubungkan kompetensi umum yang satu dengan yang lain atau berbagai
subkompetensi yang berada dibawah kompetensi umum yang berbeda.
j.
Memberi nomor urut ada
setiap subkompetensi dimulai dari yang terjauh hingga yang terdekat dengan
kompetensi umum. Pemberian nomor urut ini akan menunjukan urutan kompetensi
tersebut bila diajarkan kepada peserta didik. Ada hal yang perlu diperhatikan
dalam memberi nomor urut tersebut. Pertama, pemberian nomor urut setiap
subkompetensi yang terstruktur hierarkis harus dilakukan dari bawah ke atas.
Kedua, pemberian nomor urut setiap subkompetensi yang terstruktur prosedural
dapat berlainan dari urutan penampilan berbagai subkompetensi tersebut dalam
pekerjaan. Urutan dalam subkompetensi tersebut dilakukan dari yang lebih
sederhana ke yang lebih kompleks atau sulit dan kemiripan atau kaitan gerakan
yang satu dan yang lain. Ketiga, pemberian nomor urut subkompetensi yang
terstruktur pengelompokan dilakukan dengan cara yang sama dengan prosedural.
k.
Mengkonsultasikan atau
mendiskusikanbagan yang telah anda susun dengan teman sejawat untuk mendapatkan
masukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam diskusi tersebut adalah:
1)
Lengkap tidaknya
daftar subkompetensi sebagai penjabaran dari setiap kompetensi umum.
2)
Logis tidaknya urutan
dari kompetensi menuju kompetensi umum.
3)
Struktur hubungan
semua subkompetensi tersebut (hierarkis, prosedural, pengelompokan, atau
kombinasi).
Setiap subkompetensi
yang telah ditulis masih dapat diperinci lagi menjadi subkompetensi yang lebih
kecil atau harus tergantung kepada keinginan pendesain instruksional, sampai
batas mana ia akan berhenti. Dalam praktik melakukan analisis instruksional
bagi kebutuhan mata kuliah atau mata pelajaran anda, satu kompetensi umum dapat
diuraikan sehingga menjadi 5-10 kompetensi khusus. Pekerjaan menganalisis
tersebut sangat menantang, tetapi tidak terlalu sulit sepanjang anda dapat
menyediakan waktu untuk itu dan berkonsentrasi penuh. Pekerjaan tersebut sangat
menuntut penggunaan logika. Disinilah salah satu letak penggunaan kompetensi
tingkat analisis dalam proses desain instruksional.
Keterampilan
peserta didik di dalam kelas sangatlah heterogen. Sebagian peserta didik sudah
banyak mengetahui tentang materi yang diajarkan, sedangkan sebagian lagi belum
mengetahuinya sama sekali. Bila pengajar lebih memerhatikan kelompok pesrta
didik yang pertama, kelompok yang kedua merasa tertinggal, tidak dapat
menangkap pelajaran yang diberikan. Sebaliknya, bila pengajar lebih
memerhatikan kelompok yang kedua, kelompok pertama akan merasa tidak belajar
apa-apa dan bosan.
Untuk mengatasi hal ini, ada dua
pendekatan yang dapat dipilih. Pertama, peserta didik menyesuaikan dengan
materi pelajaran dan kedua, sebaliknya, materi pelajaran disesuaikan dengan
peserta didik.
Pendekatan pertama, peserta didik
menyesuaikan dengan materi pelajaran, dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Seleksi
Penerimaan Peserta Didik
a.
Pada saat pendaftaran,
peserta didik diwajibkan memiliki latar belakang pendidikan yang relevan dengan
program pendidikan yang akan diambilnya.
b.
Setelah memenuhi
syarat pendaftaran di atas, peserta didik mengikuti tes masuk dalam pengetahuan
dan keterampilan yang sesuai dengan program pendidikan yang akan diambilnya.
Proses seleksi
ini sering dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan formal seperti perguruan
tinggi dalam menyeleksi calon peserta didik untuk memasuki universitas dan
sekolah-sekolah menengah swasta yang ingin memilih calon siswa yang baik.
2. Tes
dan Pengelompokan Peserta Didik
Setelah
melalui seleksi seperti dijelaskan dalam butir satu, terdapat kemungkinan bahwa
pengajar masih menghadapi masalah, yaitu heterogennya peserta didik yang
mengambil mata pelajran tertentu. Karena itu, perlu dilakukan tes sebelum
mengikuti pelajaran untuk mengelompokkan peserta didik yang boleh mengikuti
mata pelajaran tersebut. Selanjutnya, atas dasar hasil tes, setiap kelompok
tersebut mengikuti tingkat pelajaran tertentu. Tes dan pengelompokkan seperti
ini bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga pengelola kursus baha inggris.
3. Lulus
Mata Kuliah atau Mata Pelajaran Prasyarat
Alternatif
lain untuk butir dua di atas adalah mengharuskan peserta didik lulus mata
kuliah atau mata pelajaran yang memiliki prasyarat. Dalam suatu program
pendidikan seperti di Perguruan Tinggi, terdapat sebagian mata kuliah yang
mengharuskan prasyarat seperti itu.
Pendekatan
kedua, materi pelajaran disesuaikan dengan peserta didik. Pendekatan ini hampir
tidak memerlukan seleksi penerimaan peserta didik. Pada dasarnya, siapa saja
boleh masuk dan mengikuti pelajaran tersebut. Peserta didik yang masih belum
mengetahui sama sekali dapat mempelajari materi pelajaran tersebut dari awal
karena materi pelajaran memang disediakan dari tingkat itu. Peserta didik yang
sudah banyak mengetahui materi dapat memulainya dari tengah atau di atasnya.
Bahan pelajaran itu didesain untuk dapat menampung peserta didik dalam tingkat
kemampuan awal manapun. Selanjutnya, peserta didik dapat maju menurut kecepatan
masing-masing karena bahan tersebut disesain utnuk hal tersebut. Walaupun pada
dasarnya tidak perlu seleksi, bila mata pelajaran tersebut diberikan dalam
rangka program pendidikan formal, seleksi penerimaan peserta didik tetap
diadakan.seleksi ini bertujuan untuk menerima peserta didik yang dapat memenuhi
syarat pendidikan secara formal, misalnya harus memiliki ijazah SMA untuk masuk
Universitas Terbuka, atau ijazah SD untuk SMTP Terbuka. Seleksi tersebut sangat
longgar, karena materi pelajarannya didesain untuk menampung peserta didik yang
heterogen. Pendekatan kedua ini belum bisa dilakukan dalam sistem pendidikan di
luar pendidikan jarak jauh atau sistem pendidikan yang memberikan pelajaran
secara klasikal.
Kedua
pendekatan diatas bila dilakukan secar ekstrem, tidak sesuai untuk mengatasi
masalah heterogennya peserta didik dalam sistem pendidikan biasa. Karena itu,
marilah kita lihat pendekatan ketiga yang mengkombinasikan kedua pendekatan di
atas. Pendekatan ketiga ini memiliki ciri sebagai berikut:
a.
Menyeleksi penerimaan
peserta didik atas dasar latar belakang pendidikan atau ijazah. Seleksi ini
biasanya lebih bersifat administratif.
b.
Melaksanakan tes untuk
mengetahui kemampuan dan karakteristik awal peserta didik. Tes ini tidak
digunakan sebagai alat menyeleksi peserta didik, tetapi untuk dijadikan dasar
penyusunan bahan pelajaran.
c.
Menyusun bahan
instruksional yang sesuai dengan kemampuan dan karakteristik awal peserta
didik.
d.
Menggunakan sistem
instruksional yang memungkinkan peserta didik maju menurut kecepatan dan
kemampuan masing-masing.
e.
Memberikan supervise
kepada peserta didik secara individual.
Dalam uraian diatas
diperoleh gambaran bahwa perilaku dan karakteristik awal peserta didik
sangatlah penting, karena memiliki implikasi terhadap penyusunan bahan belajar
dan sistem instruksional.
1.
Perilaku Awal Peserta Didik
Siapakah
kelompok sasaran, populasi sasaran, atau peserta didik kegiatan instraksional
itu? Istilah itu digunakan untuk menanyakan dua hal tentang perilaku peserta
didik: pertama, menanyakan peserta didik yang mana atau peserta didik jenjang
pendidikan apa. kedua, menanyakan sejauh mana kompetensi, kemampuan atau pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang telah dikuasai peserta didik sehingga mereka dapat
(eligible) mengikuti kegiatan instruksional tersebut.
Pertanyaan
diatas sangat penting dijawab oleh pendesain instruksional sehingga sejak
permulaan kegiatan instruksional telah dirancang dan disesuaikan dengan peserta
didik yang akan mengikutinya. Jawaban itu merupakan suatu batasan bagi peserta
didik yang bermaksud mengikuti kegiatan instruksional tersebut dan bila belum
memiliki perilaku awal tersebut, sebaiknya peserta didik tidak mengikuti
kegiatan instruksional tersebut.
Populasi sasaran dirumuskan secara
spesifik seperti dibawah ini:
a.
Mata
kuliah ini disediakan bagi peserta didik yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1)
Terdaftar
pada perguruan tinggi ini pada tahun ajaran atau semester ini.
2)
Telah
lulus mata kuliah A.
b.
Pelajaran
ini disusun bagi siswa kelas II SMA yang mempunyai minat dalam kelompok bidang
studi AI.
c.
Kursus
ini disediakan bagi karyawan pemerintah atau perusahaan swasta yang memenuhi
syarat sebagi berikut:
1)
Mempunyai
ijazah minimal sarjana muda dalam bidang X atau setaraf.
2)
Telah
pernah mengikuti dan lulus dalam kursus Y.
3)
Menguasai
bahasa inggris minimal secara pasif untuk membaca dan mendengarkan kuliah dalam
bahasa inggris.
Penentuaan populasi sasaran seperti
contoh tersebut diatas akan dapat membantu kelancaran penyelenggaraan
instuksional.
Penentuan opulasi ini biasanya
ditetapkan oleh lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan, tetapi
seorang pendesain instruksional masih perlu mencari informasi lebih jauh
tentang kemampuan populasi sasaran yang dimaksud dalam menguasai setiap
kompetensi dasar yang telah dirumuskan dalam analisis instruksional. Tingkat
penguasaan populasi sasaran dalam kompetensi-kompetensi dasar itu perlu di identifikasi
agar pendesain instruksional dapat menentukan mana batas kompetensi dasar yang sudah dikuasai peserta didik sehingga
tidak perlu diajarkan kembali, dan sebaliknya mana yang belum dikuasai peserta
didik untuk diajarkan dengan demikian ,pendesain instruksional dapat pula
menentukan titik awal yang sesuai bagi seluruh atau sebagian besar peserta
didik.
Ada 3 macam sumber yang dapat memberikan informasi
kepada pendesain instruksional, yaitu:
a.
Peserta
didik atau calon peserta didik.
b.
Orang-orang
yang mengetahui kemampuan peserta didik atau calon peserta didik dari dekat
seperti guru atau atasannya.
c.
Pengelolahan
program pendidikan yang biasa mengajarkan mata pelajaran tersebut.
Teknik pengumpulan data yang dapat
digunakan dalam mengidentifikasi kebutuhan instruksional yaitu kuesioner, wawancara
dan observasi, dan tes. Teknik tersebut dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi perilaku awal peserta didik.
Pihak yang memberikan informasi diminta untuk mengidentifikasi seberapa jauh
tingkat penguasaan peserta didik atau calon peserta didik dalam setiap
kompetensi dasar melalui skala penilaian (rating scale).
Teknik yang dapat menghasilkan data
yang lebih keras adalah tes penampilan dan observasi terhadap pelaksanaan
pekerjaan peserta didik serta tes tertulis. Tetapi, bila tes seperti itu tidak
tepat dilakukan karna dirasakan kurang etis ,misalnya bagi peserta pelatihan
yang sudah dewasa, kesulitan teknik pelaksanaan,atau tidak mungkin dilakukan
karena sebab yang lain, penggunaan skala penilaian saja sudah cukup
memadai.skala penilaian tersebut diisi oleh orang-orang yang mengetahui secara
pasti terhadap kemampuan peserta didik dan atau diisi oleh peserta didik
sebagai self-report. Skala penilaian
yang bersifat self report ini biasanya menggunakan tipe likert.
Berdasarkan masukan ini,dapat
ditetapkan titik berangkat atau permulaan pelajaran yang harus diberikan pada
peserta didik.titik berat itu adalah kompetensi dasar yang berada diatas
kompetensi dasar yang telah dikuasai peserta didik atau calon peserta didik.dengan
demikian, akan terbentuk garis yang disebut sebagai entering behavior line yang
memisahkan kedua kelompok kompetensi dasar tersebut.
Apakah perbedaan kegiatan ini dengan
proses mengidentifikasi kebutuhan instraksional? pertama, kebutuhan instraksional
untuk mengidentifikasi benar tidaknya masalah yang dihadapi harus diselesaikan
dengan penyelenggaraan kegiatan instruksional, sedangkan mengidentifikasi entering behaviour line tidak
berhubungan dengan masalah tersebut.kedua,kebutuhan instraksional untuk
mengidentifikasi kompetensi umum atau kompetensi yang paling tinggi yang akan
dijadikan TIU,. sedangkan kegiatan mengidentifikasi kompetensi awal digunakan
untuk mengidentifikasi kompetensi dasar yang telah dikuasai peserta didik
.hasil akhir dari kegiatan mengidentifikasi kompetensi awal ini akan dijadikan
pedoman untuk menetapkan kompetensi-kompetensi dasar yang tidak perlu diajarkan
lagi atau menetapkan kompetensi prasyarat yang perlu dikuasai peserta
didik.dengan demikian ,hasil kegiatan tersebut dapat pula digunakan untuk
menetapkan titik berangkat dalam mengajar.
Informasi yang diperoleh dari
peserta didik,masyarakat, dan pendidik tidak selalu sejalan.pengetahuan dan
keterampilan yang dirasakan telah cukup dikuasai oleh peserta didik, adakalanya
dinilai sebaliknya oleh sumber informasi yang lain. Demikian pula pengetahuan
atau keterampilan yang dianggap tidak penting dan tidak relevan oleh peserta didik,mungkin dianggap
sebaliknya oleh pendidik. Dalam hal seperti itu, pengembang instruksional yang
melakukan kegiatan identifikasi perilaku awal peserta didik harus menafsirkan data
dengan lebih hati-hati. Walaupun pada dasarnya pengembang instraksional harus
lebih memusatkan perhatian pada informasi yang diperoleh dari peserta
didik,data dari sumber lain tidak dapat diabaikan begitu saja.untuk data yang
sulit ditafsirkan karena perbedaan pendapat berbagai pihak seperti yang
digambarkan tadi,perlu diadakan pendekatan melalui seminar atau pertemuan kecil
yang dikuti berbagai pihak yang bersangkutan dan pengembangan program agar
dapat ditarik kesimpulan yang lebih tepat.
2. Karakteristik awal peserta didik
Disamping
mengidentifikasi perilaku awal peserta didik,pendesain instruksional perlu pula
mengidentifikasi karakteristik peserta didik yang berhubungan dengan keperluan
proses desain instraksional. Karakteristik awal adalah ciri peserta didik
sebelum mengikuti pelajaran. Ciri tersebut diperkirakan dapat mempengaruhi
tingkat keberhasilan pencapaian tujuan instraksional sehingga perlu
diperhitungkan dalam proses desain instruksional pengetahuan instruksional
tentang minat peserta didik pada umumnya ,misalnya pada olahraga, karena
sebagian besar peserta didik adalah
penggemar olahraga, dapat dijadikan bahan dalam memberikan contoh pada saat
menguraikan isi pembelajaran.demikian pula pengetahuan pendesain instruksional
kekurang mampuan peserta didik dalam membaca bahasa inggris merupakan masukan
untuk memilih bahan-bahan instruksional yang tidak banyak menggunakan bahasa
inggris . pendesain instruksional mungkin perlu menerjemahkannya terlebih
dahulu kedalam bahasa Indonesia.
Contoh
lain adalah bila peserta didik senang dengan lelucon, pendesain instruksional
sebaiknya mempertimbangkan penggunaan lelucon dalam strategi instruksional. Bila
peserta didik sebagian besar tidak memiliki pemutar video di rumah, pendesain
instraksional tidak dapat membuat program video dan mewajibkannya untuk
dipelajari peserta didik dirumah.
Karakteristik
peserta didik berikut ini perlu dipertimbangkan dalam proses desain
instraksional.
a.
Latar
belakang pendidikan sebelumnya sebagai faktor yang mempengaruhi penentuan entering-behavior line.
b.
Motivasi
belajar, eksternal atau internal sebagai dasar memilih strategi pemberian
motivasi bagi peserta didik.
c.
Akses
terhadap sumber belajar yang relevan dengan materi instraksional untuk
menentukan rujukan bahan instraksional yang perlu dipelajari.
d.
Kebiasaan
belajar mandiri dan disiplin dalam mengatur waktu belajar untuk tugas-tugas
pekerjaan rumah.
e.
Akses
terhadap saluran komunikasi dan media teknologi informasi untuk dijadikan
pertimbangkan dalam penggunaan bimbingan secara online dan pencarian sumber
belajar melalui internet.
f.
Kebiasaan
atau budaya membaca untuk menetukan intensitas penggunaan media noncetak, gambar,
table, grafik dan sebagainya dalam bahan pembelajaran. Selain itu, kebiasaan
dan budaya belajar itu memberikan inspirasi untuk perlunya menyusun strategi
instraksional yang mampu membuat peserta didik belajar sambil berfikir tentang
penerapan materi yang dipelajarinya dalam pekerjaan atau kehidupan sehari-hari.
Pendesain instraksional perlu mempertimbangkan kebutuhan merancang variasi
penyajian contoh-contoh praktis sebagai
bagian dari presentasi dan uraian materi yang sedang dipelajari peserta didik .
g.
Domisili
tempat tinggal, bila diukur dengan jarak tempuh kepusat kegiatan belajar, sebaiknya
dipertimbangkan dalam merancang kegiatan belajar tatap muka tambahan di dalam
lingkungan lembaga pendidikan dan atau pendayagunaan TIK.
Teknik yang dapat digunakan dalam
mengidentifikasi karakteristik awal peserta didik sama dengan teknik yang
digunakan dalam mengidentifikasi perilaku awal, yaitu kuesioner, wawancara, observasi,
dan tes.
Informasi yang dikumpulkan perlu
dibatasi pada karakteristik peserta didik yang berhubungan langsung dengan
proses belajarnya sehingga ada manfaat langsung dalam proses desain
instruksional.
Ketrampilan
melakukan analisis instruksional (pembelajaran) sangat penting bagi kegiatan
instruksional karena pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus diberikan
lebih dahulu dari yang lain dapat ditentukan dari hasil analisis instruksional.
Dengan demikian pengajar jelas melihat arah kegiatan instruksionalnya secara
bertahap menuju pencapaian TIU sehingga pengajar terhindar dari pemberian isi
pelajaran yang tidak relevan dengan TIU.
Kegiatan analisis instruksional merupakan proses menjabarkan perilaku umum ke perilaku khusus yang tersusun senara logis dan sistematis. Kegiatan tersebut untuk mengidentifikasi perilaku-perilaku khusus yang dapat menggambarkan perilaku umum secara lebih terperinci. Dalam menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus terdapat empat macam susunan, yaitu struktur hierarkikal, prosedural, pengelompokan dan struktur kombinasi. Analisis instruksional dilakukan oleh pengembang instruksional dengan langkah-langkah yang sistematis.
Kegiatan analisis instruksional merupakan proses menjabarkan perilaku umum ke perilaku khusus yang tersusun senara logis dan sistematis. Kegiatan tersebut untuk mengidentifikasi perilaku-perilaku khusus yang dapat menggambarkan perilaku umum secara lebih terperinci. Dalam menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus terdapat empat macam susunan, yaitu struktur hierarkikal, prosedural, pengelompokan dan struktur kombinasi. Analisis instruksional dilakukan oleh pengembang instruksional dengan langkah-langkah yang sistematis.
Dalam
proses perencanaan pembelajaran guru diharapkan dapan melakukan analisis
intruksional dengan baik. Hal ini dikarenakan untuk membuat suatu perencanaan
pembelajaran yang baik di butuhkan analisis intruksional yang tepat.
Atwi
Suparman, M. 2012. Desain Instruksional. Jakarta: Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar