14 Februari 2015

Kepemimpinan"Pendekatan dan Teori Kontingensi"

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai berkembang bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah yang lebih dikenal dengan ilmu tentang memimpin. Hal ini terlihat dari banyaknya literatur yang mengkaji tentang kepemimpinan dengan berbagai sudut pandang atau perspektifnya. Kepemimpinan tidak hanya dilihat dari baik saja, akan tetapi dapat dilihat dari penyiapan sesuatu secara  berencana dan dapat melatih calon-calon pemimpin.
Sejarah timbulnya kepemimpinan, sejak nenek moyang dahulu kala, kerjasama dan saling melindungi telah muncul bersama-sama dengan peradapan manusia. Kerjasama tersebut muncul pada tata kehidupan sosial masyarakat atau kelompok-kelompok manusia dalam rangka untuk mempertahankan hidupnya menentang kebuasan binatang dan menghadapi alam sekitarnya. Berangkat dari kebutuhan bersama tersebut, terjadi kerjasama antar manusia dan mulai unsur-unsur kepemimpinan.
Orang yang ditunjuk sebagai pemimpin dari kelompok tersebut ialah orang-orang yang paling kuat dan pemberani, sehingga ada aturan yang disepakati secara bersama-sama misalnya seorang pemimpin harus lahir dari keturunan bangsawan, sehat, kuat, berani, ulet, pandai, mempunyai pengaruh dan lain-lain. Hingga sampai sekarang seorang pemimpin harus memiliki syarat-syarat yang tidak ringan, karena pemimpin sebagai ujung tombak kelompok.
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002). Ada beberapa pendekatan, teori, dan gaya atau tipe kepemimpinan, yang mana setiap pendekatan, teori, dan gaya atau tipe kepemimpinan tersebut memiliki perbedaannya masing-masing.
Oleh karena itu, Pemakalah akan membahas materi tentang pendekatan dan teori kontingensi yang didalamnya mencakup model fiedler, model house’s path-goal, model vroom-yetton dan model kepemimpinan situasi.



B.     Rumusan Masalah
1.      Jelaskan Model Kepemimpinan Fiedler ?
2.      Jelaskan Model Kepemimpinan House’s Path-Goal ?
3.      Jelaskan Model Kepemimpinan Vroom-Yetton ?
4.      Jelaskan Model Kepemimpinan Situasi ?
C.    Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah pembaca dapat mengetahui tentang  “Pendekatan dan Teori Kontingensi”.
D.    Tujuan Penulisan
Makalah bertujuan Agar pembaca dapat manambah wawasan dan memahami persoalan tentang “Pendekatan dan Teori Kontingensi” yang berdasarkan masalah dalam makalah, tujuan makalah yaitu :
1.      Mengetahui penjelasan mengenai Model Kepemimpinan Fiedler.
2.      Mengetahui penjelasan mengenai Model Kepemimpinan House’s Path-Goal.
3.      Mengetahui penjelasan mengenai  Model Kepemimpinan Vroom-Yetton.
4.      Mengetahui penjelasan mengenai  Model Kepemimpinan Situasi.












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Model Fiedler
Model ini dikembangkan oleh Fiedler, model kontingensi dari efektivitas kepemimpinan memiliki dalil bahwa prestasi kelompok tergantung pada interaksi antara gaya kepemimpinan dan situasi yang mendukung. Kepemimpinan dilihat sebagai suatu hubungan yang didasari oleh kekuatan dan pengaruh.
Fiedler memberikan perhatian mengenai pengukuran orientasi kepemimpinan dari seorang individu. Ia mengembangkan Least-Preferred Co-Worker (LPC) Scale untuk mengukur dua gaya kepemimpinan:
1.      Gaya yang berorientasi tugas, yang mementingkan tugas.
2.      Gaya berorientasi hubungan, yang mementingkan hubungan kemanusiaan.
                        Sedangkan kondisi situasi terdiri dari dua faktor utama yaitu:
1.      Hubungan pemimpin-anggota, yaitu derajat baik atau buruknya hubungan antara pemipin dan bawahan.
2.      Struktur tugas, yaitu derajat tinggi atau rendahnya strukturisasi, standardisasi dan rincian tugas pekerjaan.
Kekuasaan posisi, yaitu derajat kuat atau lemahnya kewenangan dan pengaruh pemimpin atas variabel-variabel kekuasaan, seperti memberikan penghargaan dan mengenakan sanksi.
Situasi akan menyenangkan pemimpin apabila kedua dimensi diatas mempunyai derajat yang tinggi. Dengan kata lain situasi akan menyenangkan jika:
1.      Pemimpin diterima oleh para pengikutnya.
2.      Tugas-tugas dan semua yang berhubungan dengannya ditentukan secara jelas.
3.      Penggunaan otoritas dan kekuasaan secara formal diterapkan pada posisi pemimpin.
Jika situasi yang terjadi sebaliknya maka terjadi hal yang tidak menyenangkan bagi pemimpin.


B.     Model House’s Path-Goal
Path-Goal Theory atau model arah tujuan ditulis oleh House (1971) menjelaskan kepemimpinan sebagai keefektifan pemimpin yang tergantung dari bagaimana pemimpin memberi pengarahan, motivasi, dan bantuan untuk pencapaian tujuan para pengikutnya. Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971).
Tujuan jalan-teori ini adalah kerangka kerja yang bermanfaat untuk memahami dampak dari perilaku pemimpin pada kepuasan dan semangat kerja karyawan. Path-teori Tujuan menawarkan wawasan yang berguna yang akan membantu dalam mengarahkan perilaku para manajer dalam situasi yang berbeda.
Path-goal theory, juga dikenal sebagai path-goal theory of leader effectiveness atau path-goal model adalah teori kepemimpinan dalam bidang studi organisasi yang dikembangkan oleh Robert House, seorang lulusan Universitas Negeri Ohio, pada tahun 1971 dan direvisi pada 1996. Theory ini menyatakan bahwa perilaku seorang pemimpin adalah kontingen dengan kepuasan, motivasi dan kinerja anak buahnya.
Versi revisi juga berpendapat bahwa pemimpin terlibat dalam perilaku yang melengkapi kemampuan bawahan dan mengkompensasi kekurangan. Faktor-faktor situasional juga menentukan efek dari perilaku pemimpin. Ini adalah karakteristik pribadi para pekerja, dan tekanan lingkungan yang pekerja harus mengatasi untuk mencapai tujuan mereka.
Tujuan Path-teori menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan dapat diterima oleh pekerja hanya sejauh bahwa mereka melihat perilaku seperti memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Dan semakin tinggi kemampuan pekerja untuk melaksanakan tugas, semakin sedikit pekerja akan menerima pembinaan dari pemimpin. Lingkungan terdiri dari faktor yang tidak berada dalam jangkauan kontrol pekerjaan secara langsung.
Teori Path-Goal menyatakan bahwa upaya yang dilakukan pemimpin untuk menerapkan kontrol yang ketat akan menyebabkan ketidakpuasan pekerja. Semakin banyak pekerja akan membenci setiap upaya oleh pemimpin untuk menegakkan kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur organisasi. Perilaku seorang pemimpin akan menjadi motivasi, sejauh itu membantu para pekerja menghadapi tekanan dan masalah yang dijumpai dalam pekerjaan dan lingkungan kerja. Ketika tuntutan tugas yang ambigu, pemimpin harus memberikan bimbingan yang diperlukan untuk para pekerja. Kepemimpinan berorientasi prestasi akan memotivasi para pekerja untuk berjuang untuk standar yang lebih tinggi, dan mereka akan memiliki keyakinan yang lebih besar dalam kemampuan mereka untuk memenuhi tujuan.
Path-tujuan theory mengasumsikan bahwa para pemimpin yang fleksibel adalah mereka yang dapat mengubah gaya kepemimpinan mereka, sebagai dalam situasi yang diperlukan. Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok:
1.      Supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat).
2.      Directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedurdan petunjuk yang ada).
3.      Participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan).
4.      Achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).
C.    Model Vroom-Yetton
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan-keputusan yang diambil para pemimpin berdampak kepada para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Dalam mengambil keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya? Dengan kata lain seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan?
Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas. Namun seberapa jauh partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan akan diberikan pemimpinnya? Jawabannya adalah Normative Theory dari Vroom and Yetton. Model ini berasumsi bahwa pemimpin harus lebih luwes untuk mengubah gaya kepemimpinan agar sesuai dengan situasi.
Dalam mengembangkan modelnya mereka membuat sejumlah asumsi:
·         Model tersebut harus bermanfaat bagi pemimpin atau manajer dalam menentukan gaya kepemimpinan yang harus mereka gunakan dalam berbagai situasi.
·         Tidak ada gaya kepemimpinan tunggal dapat diterapkan dalam berbagai situasi.
·         Perhatian utama terletak pada masalah yang harus dipecahkan dan situasi di mana terjadi permasalahan.
·         Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam suatu situasi tidak boleh bertentangan dengan gaya yang digunakan dalam situasi yang lain.
·         Terdapat sejumlah proses sosial yang mempengaruhi kadar keikutsertaan bawahan dalam pemecahan masalah.
Model ini mempertahankan lima gaya kepemimpinan yang menggambarkan dari pendekatan otoriter (AI, AII), ke konsultatif (CI,CII) sampai pendekatan yang sepenuhnya partisipatif (GII), lebih jelas dijabarkan sebagai berikut:
1.      Autocratic I: pemimpin menyelesaikan masalah atau membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang tersedia pada saat itu.
2.      Autocratic II: pemimpin memperoleh informasi yang diperlukan bawahan dan kemudian memutuskan sendiri penyelesaian atas masalah sebenarnya ketika mereka meminta informasi. Peran yang dimainkan bawahan dalam membuat keputusan jelas menyediakan informasi yang perlu kepada manajer bukannya membuat atau mengevaluasi penyelesaian alternatif.
3.      Consultative I: pemimpin berbagi masalah dengan bawahan yang relevan secara individual, mendapatkan ide-ide dan saran mereka tanpa mengumpulkan mereka sebagai sebuah kelompok. Kemudian pemimpin membuat keputusan yang bisa mencerminkan atau tidak pengaruh bawahan.
4.      Consultative II: pemimpin berbagi masalah dengan bawahan sebagai suatu kelompok, secara kolektif mendapatkan ide-ide dan saran mereka. Kemudian mereka akan membuat keputusan yang bisa mencerminkan atau tidak pengaruh bawahan.
5.      Group II: pemimpin berbagi masalah dengan bawahan sebagai suatu kelompok.pemimpin dan bawahan secara bersama-sama membuat dan mengevaluasi alternatif serta berusaha mencapai persetujuan penyelesaian. sebagai pemimpin berperan sebagai ketua. Tidak dibenarkan mempengaruhi kelompok dengan apa yang hendak pemimpin putuskan dan pemimpin bersedia untuk menerima dan melaksanakan setiap keputusan kelompok. Partisipasi bawahan sangat tinggi.
D.    Model Kepemimpinan Situasi
Kepemimpinan situasional didasarkan atas hubungan antara:
1.      tingkat bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan pemimpin
2.      tingkat dukungan sosio-emosional (perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin; dan
3.      tingkat kesiapan yang diperlihatkan bawahan (kematangan bawahan) dalam melaksanakan tugas, fungsi atau tujuan tertentu.
Gaya kepemimpinan seseorang adalah pola perilaku yang diperlihatkan orang itu pada saat mempengaruhi aktivitas orang lain seperti yang dipersepsikan orang lain. Gaya kepemimpinan seseorang terdiri dari kombinasi dari perilaku tugas dan perilaku hubungan. Kedua jenis perilaku itu, tugas dan hubungan, yang merupakan inti konsep gaya kepemimpinan, didefinisikan sebagai berikut:
1.      Perilaku tugas
Perilaku tugas adalah kadar upaya pemimpin mengorganisasi dan menetapkan peranan anggota kelompok (pengikut); menjelaskan aktivitas setiap anggota serta kapan, di mana, dan bagaimana cara menyelesaikannya; dicirikan dengan upaya untuk menetapkan pola organisasi, saluran komunikasi, dan cara penyelesaian pekerjaan secara rinci dan jelas.
Pendapat tersebut jelas bahwa perilaku tugas dapat menentukan apa yang dikerjakan, bagaimana cara mengerjakan, kapan dikerjakan, untuk apa, jumlah biaya, darimana dan dengan siapa mengerjakannya dan kesemuanya ini disampaikan kepada karyawan.
2.      Perilaku hubungan
Perilaku hubungan adalah kadar upaya pemimpin membina hubungan pribadi diantara mereka sendiri dan dengan para anggota kelompok mereka (pengikut) dengan membuka lebar saluran komunikasi, menyediakan dukungan sosio-kultural dan pemudahan perilaku.
seorang pemimpin agar efektif ia harus mampu menyesuaikan gayanya terhadap tuntutan situasi yang berubah-ubah. Teori kepemimpinan situasional bertumpu pada dua konsep fundamental yaitu: tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut dan gaya kepemimpinan:
1.      Tingkat Kesiapan Pengikut (Follower Readiness)
Gaya kepemimpinan yang tepat bergantung pula oleh kesiapan/kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut. Teori kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard mengidentifikasi empat level kesiapan pengikut dalam notasi R1 hingga R4 sebagai berikut:
a.       R1: Readiness 1, Kesiapan tingkat 1 menunjukkan bahwa pengikut tidak mampu dan tidak mau mengambil tanggung jawab untuk melakukan suatu tugas. Pada tingkat ini, pengikut tidak memiliki kompetensi dan tidak percaya diri (dikatakan Ken Blanchard sebagai “The honeymoon is over“).
b.      R2: Readiness 2, Menunjukkan pengikut tidak mampu melakukan suatu tugas, tetapi ia sudah memiliki kemauan. Motivasi yang kuat tidak didukung oleh pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas.
c.       R3: Readiness 3, Menunjukkan situasi di mana pengikut memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas. Tetapi pengikut tidak mau melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh pemimpinnya.
d.      R4: Readiness 4, Menunjukkan bahwa pengikut telah memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas, disertai dengan kemauan yang kuat untuk melaksanakannya.
2.      Gaya Kepemimpinan
Hersey & Blanchard menggunakan studi Ohio State untuk mengembangkan empat gaya kepemimpinan yang dimiliki manajer yaitu:
a.      Telling (Pemberitahu),
Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut rendah (R1). Ini menekankan perilaku tugas tinggi dan perilaku hubungan yang terbatas. Gaya kepemimpinan telling (kadang-kadang disebut directing) adalah karakteristik gaya kepemimpinan dengan komunikasi satu arah.
Pemimpin memberitahu individu atau kelompok soal apa, bagaimana, mengapa, kapan dan dimana sebuah pekerjaan dilaksanakan. Pemimpin selalu memberikan instruksi yang jelas, arahan yang rinci, serta mengawasi pekerjaan secara langsung.
b.      Selling (Penjual),
Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut moderat (R2). Ini menekankan pada jumlah tugas dan perilaku hubungan yang tinggi. Pada tahapan gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin masih memberi arahan namun ia menggunakan komunikasi dua arah dan memberi dukungan secara emosional terhadap individu atau kelompok guna memotivasi dan rasa percaya diri pengikut.
Gaya ini muncul kala kompetensi individu atau kelompok meningkat, sehingga pemimpin perlu terus menyediakan sikap membimbing akibat individu atau kelompok belum siap mengambil tanggung jawab penuh atas proses dalam pekerjaan.
c.       Participating (Partisipatif),
Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi dengan motivasi moderat (R3). Ini menekankan pada jumlah tinggi perilaku hubungan tetapi jumlah perilaku tugas rendah. Gaya kepemimpinan pada tahap ini mendorong individu atau kelompok untuk saling berbagi gagasan dan sekaligus memfasilitasi pekerjaan dengan semangat yang mereka tunjukkan.
Gaya ini muncul tatkala pengikut merasa percaya diri dalam melakukan pekerjaannya sehingga pemimpin tidak lagi terlalu bersikap sebagai pengarah. Pemimpin tetap memelihara komunikasi terbuka, tetapi kini melakukannya dengan cenderung untuk lebih menjadi pendengar yang baik serta siap membantu pengikutnya. Tugas seorang pemimpin adalah memelihara kualitas hubungan antar individu atau kelompok.
d.      Delegating (Pendelegasian),
Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi (R4). Ini menekankan pada kedua sisi yaitu tingginya perilaku kerja dan perilaku hubungan dimana gaya kepemimpinan pada tahap ini cenderung mengalihkan tanggung jawab atas proses pembuatan keputusan dan pelaksanaannya.
Gaya ini muncul tatkala individu atau kelompok berada pada level kompetensi yang tinggi sehubungan dengan pekerjaannya. Gaya ini efektif karena pengikut dianggap telah kompeten dan termotivasi penuh untuk mengambil tanggung jawab atas pekerjaannya. Tugas seorang pemimpin hanyalah memonitor berlangsungnya sebuah pekerjaan.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Model Fiedler, Model ini dikembangkan oleh Fiedler, model kontingensi dari efektivitas kepemimpinan memiliki dalil bahwa prestasi kelompok tergantung pada interaksi antara gaya kepemimpinan dan situasi yang mendukung. Kepemimpinan dilihat sebagai suatu hubungan yang didasari oleh kekuatan dan pengaruh. Model House’s Path-Goal atau model arah tujuan ditulis oleh House (1971) menjelaskan kepemimpinan sebagai keefektifan pemimpin yang tergantung dari bagaimana pemimpin memberi pengarahan, motivasi, dan bantuan untuk pencapaian tujuan para pengikutnya. Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971).
Model Vroom-Yetton adalah Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas. Model ini berasumsi bahwa pemimpin harus lebih luwes untuk mengubah gaya kepemimpinan agar sesuai dengan situasi. Model ini mempertahankan lima gaya kepemimpinan yang menggambarkan dari pendekatan otoriter (AI, AII), ke konsultatif (CI,CII) sampai pendekatan yang sepenuhnya partisipatif (GII).
Model Kepemimpinan Situasi didasarkan atas hubungan antara: tingkat bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan pemimpin, tingkat dukungan sosio-emosional (perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin; dan tingkat kesiapan yang diperlihatkan bawahan (kematangan bawahan) dalam melaksanakan tugas, fungsi atau tujuan tertentu. Gaya kepemimpinan seseorang terdiri dari kombinasi dari perilaku tugas dan perilaku hubungan. Teori kepemimpinan situasional bertumpu pada dua konsep fundamental yaitu: tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut dan gaya kepemimpinan
B.     Saran
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan gambaran dan menambah wawasan kita tentang “Pendekatan Dan Teori Kontingensi”. Selain itu penulis juga berharap pembaca lebih banyak lagi menggali pengetahuan mengenai materi yang dibahas dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta: Rineka Cipta.
Rivai, Veithzal dan Deddy Mulyadi. 2012. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Anonim. 2008. Teori Kepemimpinan Klasik dan Teori Kontingensi. http://smileboys.blogspot.com.


1 komentar: