BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Seiring perkembangan
zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai berkembang bersamaan dengan pertumbuhan
manajemen ilmiah yang lebih dikenal dengan ilmu tentang memimpin. Hal ini
terlihat dari banyaknya literatur yang mengkaji tentang kepemimpinan dengan
berbagai sudut pandang atau perspektifnya. Kepemimpinan tidak hanya dilihat
dari baik saja, akan tetapi dapat dilihat dari penyiapan sesuatu secara
berencana dan dapat melatih calon-calon pemimpin.
Sejarah timbulnya kepemimpinan,
sejak nenek moyang dahulu kala, kerjasama dan saling melindungi telah muncul
bersama-sama dengan peradapan manusia. Kerjasama tersebut muncul pada tata
kehidupan sosial masyarakat atau kelompok-kelompok manusia dalam rangka untuk
mempertahankan hidupnya menentang kebuasan binatang dan menghadapi alam
sekitarnya. Berangkat dari kebutuhan bersama tersebut, terjadi kerjasama antar
manusia dan mulai unsur-unsur kepemimpinan.
Orang yang ditunjuk
sebagai pemimpin dari kelompok tersebut ialah orang-orang yang paling kuat dan
pemberani, sehingga ada aturan yang disepakati secara bersama-sama misalnya
seorang pemimpin harus lahir dari keturunan bangsawan, sehat, kuat, berani,
ulet, pandai, mempunyai pengaruh dan lain-lain. Hingga sampai sekarang seorang pemimpin
harus memiliki syarat-syarat yang tidak ringan, karena pemimpin sebagai ujung
tombak kelompok.
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan
dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat
mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002). Ada beberapa
pendekatan, teori, dan gaya atau tipe kepemimpinan, yang mana setiap
pendekatan, teori, dan gaya atau tipe kepemimpinan tersebut memiliki
perbedaannya masing-masing.
Oleh karena itu,
Pemakalah akan membahas materi tentang pendekatan dan teori kontingensi yang
didalamnya mencakup model fiedler, model house’s path-goal, model vroom-yetton
dan model kepemimpinan situasi.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Jelaskan Model Kepemimpinan Fiedler ?
2.
Jelaskan Model Kepemimpinan House’s
Path-Goal ?
3.
Jelaskan Model Kepemimpinan
Vroom-Yetton ?
4.
Jelaskan Model Kepemimpinan Situasi
?
C.
Manfaat
Penulisan
Manfaat
dari penulisan ini adalah pembaca dapat mengetahui tentang “Pendekatan
dan Teori Kontingensi”.
D.
Tujuan
Penulisan
Makalah
bertujuan Agar pembaca dapat manambah wawasan dan memahami persoalan tentang “Pendekatan dan Teori Kontingensi” yang
berdasarkan masalah dalam makalah, tujuan makalah yaitu :
1.
Mengetahui penjelasan mengenai Model
Kepemimpinan Fiedler.
2.
Mengetahui penjelasan mengenai Model
Kepemimpinan House’s Path-Goal.
3.
Mengetahui penjelasan mengenai Model Kepemimpinan Vroom-Yetton.
4.
Mengetahui penjelasan mengenai Model Kepemimpinan Situasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Model
Fiedler
Model ini
dikembangkan oleh Fiedler, model kontingensi dari efektivitas kepemimpinan
memiliki dalil bahwa prestasi kelompok tergantung pada interaksi antara gaya
kepemimpinan dan situasi yang mendukung. Kepemimpinan dilihat sebagai suatu
hubungan yang didasari oleh kekuatan dan pengaruh.
Fiedler
memberikan perhatian mengenai pengukuran orientasi kepemimpinan dari seorang
individu. Ia mengembangkan Least-Preferred Co-Worker (LPC) Scale untuk mengukur
dua gaya kepemimpinan:
1.
Gaya yang berorientasi tugas, yang
mementingkan tugas.
2.
Gaya berorientasi hubungan, yang
mementingkan hubungan kemanusiaan.
Sedangkan
kondisi situasi terdiri dari dua faktor utama yaitu:
1.
Hubungan pemimpin-anggota, yaitu
derajat baik atau buruknya hubungan antara pemipin dan bawahan.
2.
Struktur tugas, yaitu derajat tinggi
atau rendahnya strukturisasi, standardisasi dan rincian tugas pekerjaan.
Kekuasaan
posisi, yaitu derajat kuat atau lemahnya kewenangan dan pengaruh pemimpin atas
variabel-variabel kekuasaan, seperti memberikan penghargaan dan mengenakan
sanksi.
Situasi akan
menyenangkan pemimpin apabila kedua dimensi diatas mempunyai derajat yang
tinggi. Dengan kata lain situasi akan menyenangkan jika:
1.
Pemimpin diterima oleh para
pengikutnya.
2.
Tugas-tugas dan semua yang
berhubungan dengannya ditentukan secara jelas.
3.
Penggunaan otoritas dan kekuasaan
secara formal diterapkan pada posisi pemimpin.
Jika situasi
yang terjadi sebaliknya maka terjadi hal yang tidak menyenangkan bagi pemimpin.
B.
Model
House’s Path-Goal
Path-Goal
Theory atau model arah tujuan ditulis oleh House (1971)
menjelaskan kepemimpinan sebagai keefektifan pemimpin yang tergantung dari
bagaimana pemimpin memberi pengarahan, motivasi, dan bantuan untuk pencapaian
tujuan para pengikutnya. Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas
pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan
karakteristik situasi (House 1971).
Tujuan
jalan-teori ini adalah kerangka kerja yang bermanfaat untuk memahami dampak
dari perilaku pemimpin pada kepuasan dan semangat kerja karyawan. Path-teori
Tujuan menawarkan wawasan yang berguna yang akan membantu dalam mengarahkan
perilaku para manajer dalam situasi yang berbeda.
Path-goal
theory, juga dikenal sebagai path-goal theory of leader effectiveness atau
path-goal model adalah teori kepemimpinan dalam bidang studi organisasi yang
dikembangkan oleh Robert House, seorang lulusan Universitas Negeri Ohio, pada
tahun 1971 dan direvisi pada 1996. Theory ini menyatakan bahwa perilaku seorang
pemimpin adalah kontingen dengan kepuasan, motivasi dan kinerja anak buahnya.
Versi revisi
juga berpendapat bahwa pemimpin terlibat dalam perilaku yang melengkapi
kemampuan bawahan dan mengkompensasi kekurangan. Faktor-faktor situasional juga
menentukan efek dari perilaku pemimpin. Ini adalah karakteristik pribadi para
pekerja, dan tekanan lingkungan yang pekerja harus mengatasi untuk mencapai
tujuan mereka.
Tujuan
Path-teori menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan dapat diterima oleh pekerja
hanya sejauh bahwa mereka melihat perilaku seperti memuaskan kebutuhan dan
keinginan mereka. Dan semakin tinggi kemampuan pekerja untuk melaksanakan
tugas, semakin sedikit pekerja akan menerima pembinaan dari pemimpin.
Lingkungan terdiri dari faktor yang tidak berada dalam jangkauan kontrol pekerjaan
secara langsung.
Teori
Path-Goal menyatakan bahwa upaya yang dilakukan pemimpin untuk menerapkan
kontrol yang ketat akan menyebabkan ketidakpuasan pekerja. Semakin banyak
pekerja akan membenci setiap upaya oleh pemimpin untuk menegakkan kepatuhan
terhadap peraturan dan prosedur organisasi. Perilaku seorang pemimpin akan
menjadi motivasi, sejauh itu membantu para pekerja menghadapi tekanan dan
masalah yang dijumpai dalam pekerjaan dan lingkungan kerja. Ketika tuntutan
tugas yang ambigu, pemimpin harus memberikan bimbingan yang diperlukan untuk
para pekerja. Kepemimpinan berorientasi prestasi akan memotivasi para pekerja
untuk berjuang untuk standar yang lebih tinggi, dan mereka akan memiliki
keyakinan yang lebih besar dalam kemampuan mereka untuk memenuhi tujuan.
Path-tujuan
theory mengasumsikan bahwa para pemimpin yang fleksibel adalah mereka yang
dapat mengubah gaya kepemimpinan mereka, sebagai dalam situasi yang diperlukan.
Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok:
1.
Supportive
leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan
dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat).
2.
Directive
leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan
peraturan, prosedurdan petunjuk yang ada).
3.
Participative
leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan
keputusan).
4.
Achievement-oriented
leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan
menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).
C.
Model
Vroom-Yetton
Salah satu
tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena
keputusan-keputusan yang diambil para pemimpin berdampak kepada para bawahan
mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah
kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan melaksanakan
tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan
lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu
membuat keputusan dengan baik. Dalam mengambil keputusan, bagaimana
pemimpin memperlakukan bawahannya? Dengan kata lain seberapa jauh para
bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan?
Sebagaimana
telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat
meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.
Namun seberapa jauh partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan akan diberikan
pemimpinnya? Jawabannya adalah Normative Theory dari Vroom and Yetton. Model
ini berasumsi bahwa pemimpin harus lebih luwes untuk mengubah gaya kepemimpinan
agar sesuai dengan situasi.
Dalam
mengembangkan modelnya mereka membuat sejumlah asumsi:
·
Model tersebut harus bermanfaat bagi
pemimpin atau manajer dalam menentukan gaya kepemimpinan yang harus mereka
gunakan dalam berbagai situasi.
·
Tidak ada gaya kepemimpinan tunggal
dapat diterapkan dalam berbagai situasi.
·
Perhatian utama terletak pada
masalah yang harus dipecahkan dan situasi di mana terjadi permasalahan.
·
Gaya kepemimpinan yang digunakan
dalam suatu situasi tidak boleh bertentangan dengan gaya yang digunakan dalam
situasi yang lain.
·
Terdapat sejumlah proses sosial yang
mempengaruhi kadar keikutsertaan bawahan dalam pemecahan masalah.
Model ini
mempertahankan lima gaya kepemimpinan yang menggambarkan dari pendekatan
otoriter (AI, AII), ke konsultatif (CI,CII) sampai pendekatan yang sepenuhnya
partisipatif (GII), lebih jelas dijabarkan sebagai berikut:
1.
Autocratic
I: pemimpin menyelesaikan masalah atau membuat keputusan dengan menggunakan
informasi yang tersedia pada saat itu.
2.
Autocratic
II: pemimpin memperoleh informasi yang diperlukan bawahan
dan kemudian memutuskan sendiri penyelesaian atas masalah sebenarnya ketika
mereka meminta informasi. Peran yang dimainkan bawahan dalam membuat keputusan
jelas menyediakan informasi yang perlu kepada manajer bukannya membuat atau
mengevaluasi penyelesaian alternatif.
3.
Consultative
I: pemimpin berbagi masalah dengan bawahan yang relevan secara individual, mendapatkan
ide-ide dan saran mereka tanpa mengumpulkan mereka sebagai sebuah kelompok.
Kemudian pemimpin membuat keputusan yang bisa mencerminkan atau tidak pengaruh
bawahan.
4.
Consultative
II: pemimpin berbagi masalah dengan bawahan sebagai suatu
kelompok, secara kolektif mendapatkan ide-ide dan saran mereka. Kemudian mereka
akan membuat keputusan yang bisa mencerminkan atau tidak pengaruh bawahan.
5.
Group II: pemimpin
berbagi masalah dengan bawahan sebagai suatu kelompok.pemimpin dan bawahan
secara bersama-sama membuat dan mengevaluasi alternatif serta berusaha mencapai
persetujuan penyelesaian. sebagai pemimpin berperan sebagai ketua. Tidak
dibenarkan mempengaruhi kelompok dengan apa yang hendak pemimpin putuskan dan pemimpin
bersedia untuk menerima dan melaksanakan setiap keputusan kelompok. Partisipasi
bawahan sangat tinggi.
D.
Model
Kepemimpinan Situasi
Kepemimpinan
situasional didasarkan atas hubungan antara:
1.
tingkat bimbingan dan arahan
(perilaku tugas) yang diberikan pemimpin
2.
tingkat dukungan sosio-emosional
(perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin; dan
3.
tingkat kesiapan yang diperlihatkan
bawahan (kematangan bawahan) dalam melaksanakan tugas, fungsi atau tujuan
tertentu.
Gaya
kepemimpinan seseorang adalah pola perilaku yang diperlihatkan orang itu pada
saat mempengaruhi aktivitas orang lain seperti yang dipersepsikan orang lain.
Gaya kepemimpinan seseorang terdiri dari kombinasi dari perilaku tugas dan perilaku
hubungan. Kedua jenis perilaku itu, tugas dan hubungan, yang merupakan inti
konsep gaya kepemimpinan, didefinisikan sebagai berikut:
1. Perilaku tugas
Perilaku tugas adalah kadar upaya
pemimpin mengorganisasi dan menetapkan peranan anggota kelompok (pengikut);
menjelaskan aktivitas setiap anggota serta kapan, di mana, dan bagaimana cara
menyelesaikannya; dicirikan dengan upaya untuk menetapkan pola organisasi,
saluran komunikasi, dan cara penyelesaian pekerjaan secara rinci dan jelas.
Pendapat tersebut jelas bahwa
perilaku tugas dapat menentukan apa yang dikerjakan, bagaimana cara
mengerjakan, kapan dikerjakan, untuk apa, jumlah biaya, darimana dan dengan
siapa mengerjakannya dan kesemuanya ini disampaikan kepada karyawan.
2.
Perilaku
hubungan
Perilaku
hubungan adalah kadar upaya pemimpin membina hubungan pribadi diantara mereka
sendiri dan dengan para anggota kelompok mereka (pengikut) dengan membuka lebar
saluran komunikasi, menyediakan dukungan sosio-kultural dan pemudahan perilaku.
seorang pemimpin agar efektif ia
harus mampu menyesuaikan gayanya terhadap tuntutan situasi yang berubah-ubah.
Teori kepemimpinan situasional bertumpu pada dua konsep fundamental yaitu: tingkat kesiapan/kematangan individu
atau kelompok sebagai pengikut dan gaya
kepemimpinan:
1.
Tingkat Kesiapan Pengikut (Follower
Readiness)
Gaya
kepemimpinan yang tepat bergantung pula oleh kesiapan/kematangan individu atau
kelompok sebagai pengikut. Teori kepemimpinan situasional dari Hersey dan
Blanchard mengidentifikasi empat level kesiapan pengikut dalam notasi R1 hingga
R4 sebagai berikut:
a. R1: Readiness
1, Kesiapan tingkat 1 menunjukkan bahwa pengikut tidak mampu dan
tidak mau mengambil tanggung jawab untuk melakukan suatu tugas. Pada tingkat
ini, pengikut tidak memiliki kompetensi dan tidak percaya diri (dikatakan Ken
Blanchard sebagai “The honeymoon is over“).
b. R2: Readiness
2, Menunjukkan pengikut tidak mampu melakukan suatu tugas, tetapi ia
sudah memiliki kemauan. Motivasi yang kuat tidak didukung oleh pengetahuan dan
keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas.
c. R3: Readiness
3, Menunjukkan situasi di mana pengikut memiliki pengetahuan dan
keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas. Tetapi pengikut
tidak mau melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh pemimpinnya.
d. R4: Readiness
4, Menunjukkan bahwa pengikut telah memiliki pengetahuan dan
keterampilan kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas, disertai
dengan kemauan yang kuat untuk melaksanakannya.
2.
Gaya
Kepemimpinan
Hersey & Blanchard menggunakan
studi Ohio State untuk mengembangkan empat gaya kepemimpinan yang dimiliki
manajer yaitu:
a.
Telling (Pemberitahu),
Gaya ini
paling tepat untuk kesiapan pengikut rendah (R1). Ini menekankan
perilaku tugas tinggi dan perilaku hubungan yang terbatas. Gaya kepemimpinan telling
(kadang-kadang disebut directing) adalah karakteristik gaya kepemimpinan
dengan komunikasi satu arah.
Pemimpin
memberitahu individu atau kelompok soal apa, bagaimana, mengapa, kapan dan
dimana sebuah pekerjaan dilaksanakan. Pemimpin selalu memberikan instruksi yang
jelas, arahan yang rinci, serta mengawasi pekerjaan secara langsung.
b.
Selling (Penjual),
Gaya ini
paling tepat untuk kesiapan pengikut moderat (R2). Ini menekankan pada
jumlah tugas dan perilaku hubungan yang tinggi. Pada tahapan gaya kepemimpinan
ini seorang pemimpin masih memberi arahan namun ia menggunakan komunikasi dua
arah dan memberi dukungan secara emosional terhadap individu atau kelompok guna
memotivasi dan rasa percaya diri pengikut.
Gaya ini
muncul kala kompetensi individu atau kelompok meningkat, sehingga pemimpin
perlu terus menyediakan sikap membimbing akibat individu atau kelompok belum
siap mengambil tanggung jawab penuh atas proses dalam pekerjaan.
c.
Participating (Partisipatif),
Gaya ini
paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi dengan motivasi moderat (R3).
Ini menekankan pada jumlah tinggi perilaku hubungan tetapi jumlah perilaku
tugas rendah. Gaya kepemimpinan pada tahap ini mendorong individu atau kelompok
untuk saling berbagi gagasan dan sekaligus memfasilitasi pekerjaan dengan
semangat yang mereka tunjukkan.
Gaya ini
muncul tatkala pengikut merasa percaya diri dalam melakukan pekerjaannya
sehingga pemimpin tidak lagi terlalu bersikap sebagai pengarah. Pemimpin tetap
memelihara komunikasi terbuka, tetapi kini melakukannya dengan cenderung untuk
lebih menjadi pendengar yang baik serta siap membantu pengikutnya. Tugas
seorang pemimpin adalah memelihara kualitas hubungan antar individu atau
kelompok.
d.
Delegating (Pendelegasian),
Gaya ini
paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi (R4). Ini menekankan pada
kedua sisi yaitu tingginya perilaku kerja dan perilaku hubungan dimana gaya
kepemimpinan pada tahap ini cenderung mengalihkan tanggung jawab atas proses
pembuatan keputusan dan pelaksanaannya.
Gaya ini
muncul tatkala individu atau kelompok berada pada level kompetensi yang tinggi
sehubungan dengan pekerjaannya. Gaya ini efektif karena pengikut dianggap telah
kompeten dan termotivasi penuh untuk mengambil tanggung jawab atas
pekerjaannya. Tugas seorang pemimpin hanyalah memonitor berlangsungnya sebuah
pekerjaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model Fiedler, Model ini dikembangkan oleh Fiedler,
model kontingensi dari efektivitas kepemimpinan memiliki dalil bahwa prestasi
kelompok tergantung pada interaksi antara gaya kepemimpinan dan situasi yang
mendukung. Kepemimpinan dilihat sebagai suatu hubungan yang didasari oleh
kekuatan dan pengaruh. Model House’s Path-Goal atau model arah tujuan ditulis
oleh House (1971) menjelaskan kepemimpinan sebagai keefektifan pemimpin yang
tergantung dari bagaimana pemimpin memberi pengarahan, motivasi, dan bantuan
untuk pencapaian tujuan para pengikutnya. Path-Goal Theory, berpendapat bahwa
efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin
dengan karakteristik situasi (House 1971).
Model Vroom-Yetton adalah Sebagaimana telah kita
pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan
kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas. Model ini
berasumsi bahwa pemimpin harus lebih luwes untuk mengubah gaya kepemimpinan
agar sesuai dengan situasi. Model ini mempertahankan lima gaya kepemimpinan
yang menggambarkan dari pendekatan otoriter (AI, AII), ke konsultatif (CI,CII)
sampai pendekatan yang sepenuhnya partisipatif (GII).
Model Kepemimpinan Situasi didasarkan atas hubungan
antara: tingkat bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan pemimpin,
tingkat dukungan sosio-emosional (perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin;
dan tingkat kesiapan yang diperlihatkan bawahan (kematangan bawahan) dalam
melaksanakan tugas, fungsi atau tujuan tertentu. Gaya kepemimpinan seseorang
terdiri dari kombinasi dari perilaku tugas dan perilaku hubungan. Teori
kepemimpinan situasional bertumpu pada dua konsep fundamental yaitu: tingkat kesiapan/kematangan individu
atau kelompok sebagai pengikut dan gaya
kepemimpinan
B. Saran
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan
gambaran dan menambah wawasan kita tentang
“Pendekatan Dan Teori Kontingensi”. Selain itu penulis juga berharap pembaca lebih banyak lagi
menggali pengetahuan mengenai materi yang dibahas
dalam makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas
Kelompok. Jakarta: Rineka Cipta.
Rivai, Veithzal dan Deddy Mulyadi.
2012. Kepemimpinan dan Perilaku
Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Anonim. 2008. Teori Kepemimpinan
Klasik dan Teori Kontingensi. http://smileboys.blogspot.com.
pelit...
BalasHapus