A.
Kekuasaan
Menurut pendapat Miriam Budiardjo kekuasaan adalah kewenangan yang
didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut
sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan
melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau
kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai
dengan keinginan dari pelaku (Mahyudi: 2009).
Menurut pendapat Ramlan Surbakti ekuasaan
merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku
sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Mahyudi: 2009).
Boulding mengemukakan
gagasan kekuasaan dalam arti luas, sampai tingkat mana dan bagaimana kita
memperoleh yang kita inginkan. Bila hal ini diterapkan pada lingkungan
organisasi, ini adalah masalah penentuan di seputar bagaimana organisasi
memperoleh apa yang dinginkan dan bagaimana para pemberi andil dalam organisasi
itu memperoleh apa yang mereka inginkan. Kita memandang kekuasaan sebagai
kemampuan perorangan atau kelompok untuk mempengaruhi, memberi perintah dan
mengendalikan hasil-hasil organisasi (Mahyudi: 2009).
Sedangkan Russel
menyatakan bahwa power (kekuasaan) adalah konsep dasar dalam ilmu sosial.
Pentingnya kekuasaan dalam kehidupan organisasi, diungkapkan oleh W. Charles
Redding, bahwa kekuasaan dalam organisasi terikat dengan status seseorang (Mahyudi:
2009).
French dan Raven menyatakan bahwa ada lima jenis kekuasaan
sebagai berikut (Sutikno:2007):
1. Reward
power (kekuasaan memberi ganjaran): dapatkah A menetapkan ganjaran yang dapat
dirasakan B?
2. Coercive
power (kekuasaan yang memaksa): dapatkah A memberikan sesuatu yang dipandang
hukuman kepada B?
3. Legitimate
power (kekuasaan yang sah): apakah B percaya bahwa A mempunyai hak untuk
mempengaruhi dan B harus menerimanya? Sumber kekuasaan sah mungkin adalah
penerimaan suatu struktur sosial atau nilai-nilai budaya.
4. Referent
power (referen kekuasaan): apakah B
ingin seperti A atau mempunyai keinginan merasakan kesatuan dengan A?
5. Expert
power (kekuasaan ahli): apakah B percaya bahwa A memiliki pengetahuan khusus
yang berguna untu kebaikkan B?
B.
Kewibawaan
Tangkilisan (2005)
mengatakan bahwa kewibawaan adalah kelebihan, keunggulan, dan keutamaan
sehingga mampu mempengaruhi dan mengatur orang lain agar orang lain itu patuh
dan mau mengerjakan atau melakukan tindakan tertentu.
Kewibawaan yang
efektif menurut Charles Schaefer (Tangkilisan:2005) didasarkan atas pengetahuan yang lebih utama atau
keahlian yang dilaksanakan dalam suatu suasana kasih sayang dan saling
menghormati. Karenanya, pemimpin diharapkan memiliki kewibawaan agar mampu
membimbing bawahan kepada pencapaian tujuan organisasi yang sesungguhnya ingin direalisasikan.
Wens Tanlain dkk (Sutikno:2007) lebih tegas menjelaskan bahwa kewibawaan adalah
adanya penerimaan, pengakuan, kepercayaan bawahan terhadap pimpinan sebagai pemimpin yang memberi bantuan, tuntunan dan nilai-nilai
manusiawi.
Ada beberapa sumber kewibawaan sebagai berikut (Yulk:2007):
1.
Coersive power: Sumber kewibawaan
seseorang dapat berupa kekuasaan yang dimilikinya untuk memaksakan kehendaknya.
Raven Duncan mengatakan: “stems from the ability to mediate punishment for
the influence”.
2.
Reward power: Sumber kewibawaan
seseorang dapat berasal dari kemampuannya memberikan imbalan, kebalikan dari
coersive power.
3.
Legitimate power: Ketentuan resmi
dari pejabat yang berwenang merupakan salah satu sumber yang menyebabkan
seseorang memiliki kewibawaan untuk memengaruhi perilaku anggota kelompoknya.
4.
Referent power: Kewibawaan karena
pengaruh hubungan dalam kelompok. Dalam konteks kepemimpinan Indonesia dikenal
dengan teori keteladanan.
5.
Expert power: Kewibawaan karena
keahlian. Seseorang memiliki kewibawaan karena ia ahli di bidangnya.
6.
Charismatic power: Kewibawaan karena
kharisma. Kendati sekarang kurang relevan, tetapi masih banyak orang yang
dianggap berwibawa karena kharisma yang dimilikinya.
Apabila
kepemimpinan sesungguhnya selalu berkonotasi baik, tidak demikian dengan
kewibawaan yang sangat mudah tergelincir ke dalam penyalahgunaan. Kewibawaan
yang tidak secara alamiah dan atau wajar melekat erat pada kepemimpinan merupakan
‘tanda bahaya’ bagi seorang pemimpin. Kepemimpinan akan efektif hanya bila
kewibawaan pemimpin terpelihara dalam keseharian kepemimpinannya. Demikianlah
dipahami dinamika kepemimpinan dalam dunia modern. Sumber-sumber kewibawaan itu
sulit diberi contoh ‘profesi’ pemiliknya karena kewibawaan lebih cepat
meninggalkan kepemimpinan ketimbang sebaliknya dan masing-masing bersifat
komplementer terhadap lainnya kendati mungkin saja salah satunya mendominasi
kepemimpinan seseorang.
Ada tiga sendi
kewibawaan sebagai
berikut (Yulk:2007):
1.
kepercayaan, pemimpin harus percaya
bahwa dirinya bisa memimpin dan juga harus percaya bahwa bawahannya dapat
mengembangkan dirinya sehingga dalam proses pencapaian tujuan organisasi pemimpin berfungsi
sebagai pembangkit potensi bawahannya.
2.
Kasih sayang mengandung makna,
yaitu penyerahan diri kepada yang disayangi/bawahan dan melakukan proses pembebasan
terhadap bawahan dalam batasan-batasan yang tidak merugikan organisasi dan kesediaan
untuk berkorban dalam bentuk konkretnya berupa pengabdian dalam kerja.
3.
Kemampuan mendidik dapat
dikembangkan melalui beberapa cara, antara lain pengkajian terhadap ilmu
pengetahuan kependidikan, mengambil manfaat dari pengalaman kerja, senantisa
megikuti alur perkembangan ilmu dan zaman.
Ada 2 macam kewibawaan (Yulk:2007):
1.
Position Power
Kewibawaan seorang pemimpin yang timbul karena kedudukan atau
hirarki jabatan formal
2.
Personal Power
Kewibawaan seorang pemimpin yang menimbulkan kesadaran
bawahan untuk menerima kewibawaannya karewna di rasakan benar dan baik.
SUMBER:
Mahyudin, Muhammad Alfan Alfian. 2009. Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: Gramedia.
Sutikno, Raja Bambang. 2007. The Power Of Empathi In Leadership. Jakarta: Gramedia.
Tangkilisan, Hessel Nogi. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Yulk, Gary. 2007. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta: PT
indeks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar