14 Februari 2015

Belajar dan Pembelajaran "Pengertian Belajar dan Pembelajaran Menurut Beberapa Teori"

“Pengertian Belajar dan Pembelajaran Menurut Beberapa Teori,
Hakekat Belajar dan Pembelajaran”
Resume
Di ajukan dalam rangka melengkapi tugas individu
M.K  Belajar dan Pembelajaran


                                                          



OLEH  :

DEWI WAHYUNI  (1204501)

JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
FAKULTAS IlMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013
Pertemuan ke 3
I.                   Pengertian Belajar dan Pembelajaran Menurut Beberapa Teori
A.    Sosial
Teori Belajar Sosial (Social Learning) oleh Bandura menekankan bahwa kondisi lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon tertentu pada diri seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu – individu lain yang menjadi model. Bandura menyatakan bahwa orang belajar banyak perilaku melalui peniruan, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterima. Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut.
Proses belajar semacam ini disebut "observational learning" atau pembelajaran melalui pengamatan. Selama jalannya Observational Learning, seseorang mencoba melakukan tingkah laku yang dilihatnya dan reinforcement/ punishment berfungsi sebagai sumber informasi bagi seseorang mengenai tingkah laku mereka.
Teori belajar sosial ini menjelaskan bagaimana kepribadian seseorang berkembang melalui proses pengamatan, di mana orang belajar melalui observasi atau pengamatan terhadap perilaku orang lain terutama pemimpin atau orang yang dianggap mempunyai nilai lebih dari orang lainnya. Istilah yang terkenal dalam teori belajar sosial adalah modeling (peniruan).
B.     Konstruktivistik
Menurut cara pandang teori konstruksivisme belajar adalah proses untuk membanguin pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan. Artinya siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat. Evaluasi pembelajaran. Dalam teori kontruktivisme, evaluasi tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui kualitas siswa dalam memahami materi dari guru. Evaluasi menjadi saran untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan proses pembelajaran.
Konstruktivisme sebagai deskripsi kognitif manusia seringkali diasosiasikan dengan pendekatan paedagogi yang mempromosikan learning by doing. Teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlakukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Menurut teori ini pembentukan pengetahuan terjadi sebagai hasil konstruksi manusia atas realitas yang dihadapinya. Dalam perkembangan kemudian, teori ini mendapat pengaruh dari disiplin psikologi terutama psikologi kognitif Piaget yang berhubungan dengan mekanisme psikologis yang mendorong terbentuknya pengetahuan. Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif siswa mengkostruksi pengetahuan. Proses tersebut dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut:
a.      Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi makna ini dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.
b.      Konstruksi makna merupakan suatu proses yang berlangsung terus-menerus seumur hidup.
c.       Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta melainkan lebih berorientasi pada pengembangan berpikir dan pemikiran dengan cara membentuk pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil dari perkembangan melainkan perkembangan itu sendiri. Suatu perkembangan yang menuntun penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
d.      Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemata seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi disekuilibrium merupakan situasi yang baik untuk belajar
e.       Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungan siswa.
f.       Hasil belajar siswa tergantung pada apa yang sudah diketahuinya.

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dapat ditarik sebuah inferensi bahwa menurut teori konstruktivisme belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengabstraksi pengalaman sebagai hasil interaksi antara siswa dengan realitas baik realitas pribadi, alam, maupun realitas sosial.
C.    Sibernetik
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relative paling baru dibandingkan dengan teori-teori lainnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Sekilas, teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang mementingkan proses. Proses memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah “system informasi” yang diproses itu. Informasi inilah yang akan menentukan proses.
Pendapat lain dari teori sibernetik ini adalah bahwa tidak ada satu proses belajar yang ideal untuk segala situasi, yang cocok untuk semua siswa. Maka, sebuah informasi mungkin akan dipelajari seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama itu mungkin akan dipelajari siswa yang lain melalui proses belajar yang lain.
Menurut teori sibernetik tidak ada cara belajar yang sempurna untuk segala kondisi karena cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Ada tiga tahap proses pengolahan informasi dalam ingatan, yakni dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval).
Tahap sibernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang akan dipelajari, sementara itu bagaimana proses belajar berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah informasi, pemikir, dan pencipta. Berdasarkan itu, maka diasumsikan bahwa manusia merupakan makhluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi. Pendekatan yang berorientasi pada pengelolaan informasi menekankan beberapa hal seperti ingatan jangka pendek (short term memory), ingatan jangka panjang (long term memory), dan sebagainya, yang berhubungan dengan apa yang terjadi dalam otak kita dalam proses pengolahan informasi. Namun, menurut teori sibernetik ini, agar proses belajar berjalan seoptimal mungkin, bukan hanya cara kerja otak kita yang perlu dipahami, tetapi juga lingkungan yang mempengaruhi mekanisme itu pun perlu diketahui.
Konsepsi Landa dengan model pendekatannya yang disebut algoritmik dan heuristik mengatakan bahwa belajar algoritmik menuntut siswa untuk berpikir skematis, tahap demi tahap, linear, menuju pada target tujuan tertentu, sedangkan belajar heuristik menuntut siswa untuk berpikir devergen, menyebar ke beberapa target tujuan sekaligus. Pask dan Scott membagi siswa menjadi tipe menyeluruh/wholist, dan tipe serial/serialist. Mereka mengatakan bahwa siswa yang bertipe wholist cendrung mempelajari sesuatu yang paling umum menuju ke hal-hal yang lebih khusus, sedangkan siswa yang bertipe serialist dalam berpikir akan menggunakan cara setahap demi setahap atau linear.
II.                Hakekat Belajar dan Pembelajaran
A.    Hakekat  Belajar
Belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan berbuat (W. Gulö, 2002: 23). Pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan prilaku siswa yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif (syah, 2003), dengan kata lain belajar merupakan kegiatan berproses yang terdiri dari beberapa tahap. Tahapan dalam belajar tergantung pada fase-fase belajar, dan salah satu tahapannya adalah yang dikemukakan oleh witting yaitu :
  • Tahap acquisition, yaitu tahapan perolehan informasi;
  • Tahap storage, yaitu tahapan penyimpanan informasi;
  • Tahap retrieval, yaitu tahapan pendekatan kembali informasi (Syah, 2003).
Definisi yang lain menyebutkan bahwa belajar adalah sebuah proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh sebuah perubahan tingkah laku yang menetap, baik  yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan (Roziqin, 2007: 62). Dari berbagai definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan adanya beberapa ciri belajar, yaitu:
  1. Belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku (change behavior).
  2. Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah.
  3. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial
  4. Perubahan tingkah laku merupakan hasillatihan atau pengalaman
  5. Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan.
Di dalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar berikut:
  1. Apa pun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar bukan orang lain.
  2. Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya
  3. Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar.
  4. Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti.
  5. Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberikan tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :
a.       Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan
b.      Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.
c.       Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.
d.      Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan.
e.       Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan.
f.       Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya.
g.      Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
h.      Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
B.     Hakekat  Pembelajaran
Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2000: 24). Adapun yang dimaksud dengan proses pembelajaran adalah sarana dan cara bagaimana suatu generasi belajar, atau dengan kata lain bagaimana sarana belajar itu secara efektif digunakan. Hal ini tentu berbeda dengan proses belajar yang diartikan sebagai cara bagaimana para pembelajar itu memiliki dan mengakses isi pelajaran itu sendiri (Tilaar, 2002: 128).
Berangkat dari pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa pembelajaran membutuhkan hubungan dialogis yang sungguh-sungguh antara guru dan peserta didik, dimana penekanannya adalah pada proses pembelajaran oleh peserta didik (student of learning), dan bukan pengajaran oleh guru (teacher of teaching) (Suryosubroto, 1997: 34). Konsep seperti ini membawa konsekuensi kepada fokus pembelajaran yang lebih ditekankan pada keaktifan peserta didik sehingga proses yang terjadi dapat menjelaskan sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.Keaktifan peserta didik ini tidak hanya dituntut secara fisik saja, tetapi juga dari segi kejiwaan. Apabila hanya fisik peserta didik saja yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya dengan peserta didik tidak belajar, karena peserta didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya (Fathurrohman & Sutikno, 2007: 9).

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dan tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Disini pendidik berperan sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan belajar peserta didik. Fungsi-fungsi pembelajaran yaitu sebagai berikut:
  • Pembelajaran sebagai system
Pembelajaran sebagai sistem terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran , materi pembelajaran , strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga , pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remedial dan pengayaan).
  • Pembelajaran sebagai proses
Pembelajaran sebagai proses merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar, meliputi:
  1. Persiapan, merencanakan program pengajaran  tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) dan  penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain alat peraga, dan alat evaluasi, buku  atau media cetak lainnya.
  2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran  dengan mengacu pada persiapan pembelajaran  yang telah dibuatnya. Banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komitmen guru , persepsi, dan sikapnya terhadap siswa;
  3. Menindaklanjuti pembelajaran  yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca pembelajaran ini dapat berbentuk enrichment (pengayaan), dapat pula berupa pemberian layanan remedial teaching bagi siswa yang berkesulitan belajar.
Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :
  1. Merupakan upaya sadar dan disengaja
  2. Pembelajaran harus membuat siswa belajar
  3. Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan
  4. Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasil
C.     Tujuan Belajar dan Pembelajaran

I.                   Tujuan Intruksional, Tujuan Pembelajaran, dan Tujuan Belajar
Guru-guru merumuskan tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Tujuan instruksional khusus juga disebut sebagai sasaran belajar siswa. Tujuan instruksional khusus mempertimbangkan pengetahuan awal dan kebutuhan belajar siswa. Dari segi guru tujuan instruksional dan tujuan pembelajaran merupakan pedoman tindak mengajar dengan acuan berbeda. Tujuan instruksional (umum dan khusus) dijabarkan dari kurikulum yang berlaku secara legal di sekolah.
Dari segi siswa, sasaran belajar tersebut murupakan panduan belajar. Panduan belajar tersebut harus diikuti, sebab mengisyaratkan kriteria keberhasilan belajar. Keberhasilan belajar siswa merupakan prasyarat belajar selanjutnya. Keberhasilan belajar siswa berarti tercapainya tujuan belajar siswa dengan demikian merupakan tercapainya tujuan instruksional dan sekaligus tujuan belajar bagi siswa.
II.                Siswa dan Tujuan Belajar
Siswa dalah subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam kegiatan tersebut siswa mengalami tindak mengajar, dan merespon dengan tindak belajar. Pada umumnya semula siswa belum menyadari pentingnya belajar. Berkat informasi guru tentang sasaran belajar, maka siswa mengetahui apa dan arti bahan belajar beginya. Siswa mengalami suatu proses belajar. Dalam proses belajar tersebut siswa menggunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan belajar. Kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, psikomotor yang dibelajarkan dengan bahan belajar menjadi semakin rinci dan menguat. Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya penguatan-penguatan, adanya evaluasi dan keberhasikan belajar, menyebabkan siswa semakin sadar akan kemampuan dirinya.
Banyak pengertian yang diberikan para ahli pembelajaran tentang tujuan pembelajaran, yang satu sama lain memiliki kesamaan disamping ada perbedaan sesuai dengan sudut pandang garapannya. Robert F. Mager (1962)  misalnya memberikan pengertian tujuan pembelajaran sebagai tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Pengertian kedua dikemukakan oleh Edwar L. Dejnozka dan David E. Kapel (1981), juga Kemp (1977) yang memandang bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisna untuk menggambrkan hasil belajar yang diharapakan. Perilaku ini dapat berupa fakta yang samar. Definisi ke tiga dikemukakan oleh Fred Percival dan Henry Ellington (1984) yakni tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang jelas dan menunjukan penampilan atau keterampilan siswa tertentu yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar.
III.             Faktor-faktor yang mempengaruhi Pembelajaran
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran adalah sebagai berikut :
1.   Faktor Kecerdasan
Yang dimaksud dengan kecerdasan ialah kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan berfikir yang bersifatnya rumit dan abstrak. Tingkat kecerdasan dari masing-masing tidak sama. Ada yang tinggi, ada yang sedang dan ada pula yang rendah. Orang yang tingkat kecerdasannya tinggi dapat mengolah gagasan yang abstrak, rumit dan sulit dilakukan dengan cepat tanpa banyak kesulitan-kesulitan dibandingkan dengan orang yang kurang cerdas. Orang yang cerdas itu dapat memikirkan dan mengerjakan lebih banyak, lebih cepat dengan tenaga yang relatif sedikit. Kecerdasan adalah suatu kemapuan yang dibawa dari lahir sedangkan pendidikan tidak dapat meningkatkannya, tetapi hanya dapat mengembangkannya. Namun hal ini tingginya kecerdasan seseorang bukanlah suatu jaminan bahwa ia akan berhasil menyelesaikan pendidikan dengan baik, karena keberhasilan dalam belajar bukan hanya ditentukan oleh kecerdasan saja tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya.
2.     Faktor Belajar
Yang dimaksud dengan faktor belajar adalah semua segi kegiatan belajar, misalnya kurang dapat memusatkan perhatian kepada pelajaran yang sedang dihadapi, tidak dapat menguasai kaidah yang berkaitan sehingga tidak dapat membaca seluruh bahan yang seharusnya dibaca. Termasuk di sini kurang menguasai cara-cara belajar efektif dan efisien.
3.     Faktor Sikap
Banyak pengaruh faktor sikap terhadap kegiatan dan keberhasilan siswa dalam belajar. Sikap dapat menentukan apakah seseorang akan dapat belajar dengan lancar atau tidak, tahan lama belajar atau tidak, senang pelajaran yang di hadapinya atau tidak dan banyak lagi yang lain.  Diantara sikap yang dimaksud di sini adalah minat, keterbukaan pikiran, prasangka atau kesetiaan. Sikap yang positif terhadap pelajaran merangsang cepatnya kegiatan belajar.
4.   Faktor Kegiatan
Faktor kegiatan ialah faktor yang ada kaitannya dengan kesehatan, kesegaran jasmani dan keadaan fisik seseorang. Sebagaimana telah diketahui, badan yang tidak sehat membuat konsentrasi pikiran terganggu sehingga menganggu kegiatan belajar.
5.   Faktor Emosi dan Sosial
Faktor emosi seperti tidak senang dan rasa suka dan faktor sosial seperti persaingan dan kerja sama sangat besar pengaruhnya dalam proses belajar. Ada diantara faktor ini yang sifatnya mendorong terjadinya belajar tetapi ada juga yang menjadi hambatan terhadap belajar efektif.


6.   Faktor Lingkungan
Yang dimaksud faktor lingkungan ialah keadaan dan suasana tempat seseorang belajar. Suasana dan keadaan tempat belajar itu turut juga menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan belajar. Kebisingan, bau busuk dan nyamuk yang menganggu pada waktu belajar dan keadaan yang serba kacau di tempat belajar sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar. Hubungan yang kurang serasi dengan teman dapat menganggu kosentrasi dalam belajar.
7.   Faktor Guru
Kepribadian guru, hubungan guru dengan siswa, kemampuan guru mengajar dan perhatian guru terhadap kemampuan siswanya turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Guru yang kurang mampu dengan baik dalam mengajar dan yang kurang menguasai bahan yang diajarkan dapat menimbulkan rasa tidak suka kepada yang diajarkan dan kurangnya dorongan untuk menguasainya dipihak siswa. Sebaliknya guru yang pandai mengajar yang dapat menimbulkan pada diri siswa rasa menggemari bahan yang diajarkannya sehingga tanpa disuruh pun siswa banyak menambah pengetahuannya dibidang itu dengan membaca buku-buku, majalah dan bahan cetak lainnya. Guru dapat juga menimbulkan semangat belajar yang tinggi dan dapat juga mengendorkan keinginan belajar yang sungguh-sungguh. Siswa yang baik berusaha mengatasi kesulitan ini dengan memusatkan perhatian kepada bahan pelajaran, bukan kepada kepribadian gurunya.
IV.             Hubungan anatara belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan suatu kegiatan yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Sejak lahir manusia telah melakukan kegiatan belajar untuk memenuhi kebutuhan sekaligus mengembangkan dirinya. Karena belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada individu khususnya siswa menuju arah yang lebih baik. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor). Belajar juga merupakan sarana untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh siswa. Pengoptimalisasian potensi ini dapat dilakukan dengan pembelajaran. Pembelajaran mengkondisikan siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pada hakekatnya belajar adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar itu sendiri ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku.Menurut Gagne dan Briggs (1988), perubahan tingkah laku dalam proses belajar menghasilkan aspek perubahan seperti kemampuan membedakan, konsep kongkrit, konsep terdefinisi, nilai, nilai/aturan tingkat tinggi, strategi kognitif, informasi verbal, sikap, dan keterampilan motorik. Misalnya, sebelum belajar mereka kurang begitu terampil, dan setelah belajar mereka menjadi sangat terampil, dan sebagainya.
Belajar merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang berlangsung sejak lahir hingga akhir hayat, dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen, hasil belajar ditunjukan dengan tingkah laku,dalam belajar ada aspek yang berperan yaitu motivasi, emosional, sikap,dan yang lainnya. Unsur utama dalam belajar adalah individu sebagai peserta belajar, kebutuhan sebagai sumber pendorong, situasi belajar, yang memberikan kemungkinan terjadinya kegiatan belajar.
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan peserta didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar peserta didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Jika pembelajaran dianggap sebagai suatu system, maka berarti pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas,evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran. Sebaliknya bila pembelajaran dianggap sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar.
Pembelajaran dan belajar merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi karena belajar merupakan salah satu bagian dari kegiatan pembelajaran, sedangkan pembelajaran itu sendiri merupakan usaha untuk menciptakan pengalaman belajar pada siswa karena pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dan tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku pada siswa dan menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan belajar siswa.
Jadi belajar dan pembelajaran memiliki hubungan yang sangat erat dan keduanya tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Balajar merupakan proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes). Sedangkan pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memfasilitasi dan mendukung guna meningkatkan intensitas dan kualitas belajar peserta didik. Dengan kata lain, kegiatan pembelajaran bertujuan untuk mengoptimalkan potensi pada siswa. Dan belajar merupakan proses yang dilakukan untuk mengoptimalkan potensi tersebut.



Sumber:
Nirwana, Herman dkk. 2008. Bahan Ajar Belajar dan Pembelajaran. Padang: UNP Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar