10 April 2015

SEBAIT KENANGAN- CR

Sebait Kenangan                     

Akankah kamu mengingat jalanan kecil tempat kita sering bermain dulu? Ya!, jalanan didepan rumahku dan diseberang rumahmu. Aku yakin kamu pasti masih ingat akan itu. Kita selalu menghabiskan waktu untuk melakukan kegiatan yang kurasa tidak begitu penting namun sangat berkesan, bahkan hingga sekarang.
“Enji... begitu aku meneriakkan namamu saat kita memainkan permainan kampung yang sangat menyenangkan. Cakbur, begitulah kami semua menyebutnya. Permainan demi permainan kita lakukan bersama dan kamu tak pernah memenangkan satu permainan pun dariku, aku selalu ingat itu. Yang selalu ku ingat juga adalah ketika sore hari menghampiri. Ibu kita akan berdiri sigap didepan pagar rumah dan tak lupa dengan segayung air ditangannya.
“Ini sudah waktunya mandi, jangan seperti si kenzi (orang gila dikomplek perumahanku yang sepertinya sudah 3 kali lebaran tidak menyentuh air dan sabun)” begitu kata ibuku. Bukan hanya aku yang dimarahi, kamupun juga seperti itu, ceramah sore itu akan selalu kita dapatkan sebagai penutup permainan hahaha.
Dari keseluruhan aku mengenalmu, peristiwa di pantai saat malam itu adalah peristiwa bahagia dan sedih yang tidak bisa kulupakan. Aku mengukir nama kita di sebuah pohon yang tampaknya sangat kokoh sekali dipinggir pantai. Meskipun pantai adalah tempat favorit yang sering kita kunjungi, tapi malam itu semuanya terasa berbeda. Tiba-tiba kamu berbicara serius menatapku dan tak memberikan tatapan seperti biasanya. Genggaman erat yang kamu berikan menandakan ada hal penting yang ingin kamu katakan. Kamu berusaha untuk menutupinya namun, aku takkan semudah itu kamu dustai. “bicaralah” ujarku padamu.
Genggamanmu semakin erat seperti orang yang tak mau kehilangan namun keadaan harus memisahkan. Dan ternyata firasatku benar. “aku diterima di salah satu Universitas Negeri di Bandung, dan kamu tau itu adalah impianku, namun itu berarti kita tidak akan bisa seperti ini lagi, kita akan saling berjauhan” begitu katamu sambil memanglingkan wajah karena tak kuasa menahan sedih.
Spontan aku melepaskan genggamanmu, masa kuliah yang kubayangkan akan bahagia bersamamu sekejap sirna karena ucapanmu. Aku tak inginkan ini terjadi namun aku juga tidak akan bisa menghalangi keinginanmu. Aku tersenyum dan kembali menjawab “jika itu memang yang terbaik untuk kamu, aku, dan kita, maka pergilah! Masa depanmu menunggu disana”. Dengan berat hati ku sampaikan itu.
Hembusan angin hentak membelah kesunyian yang ada malam itu. Riak ombak menambah suasana indah saat itu. Dipantai ini kita berpisah dan kuharap disini jugalah tempat kita kan bersua. Nanti.
*****
4 tahun sudah aku meninggalkan tempat ini. Aku mencium aroma kerinduan yang sangat pekat di kota ini. Kehangatan dari keluarga kecilku, keramahan warga disini, dan segala hal yang berperan di kota penuh kenangan ini dan pastinya dirimu yang selalu membuatku semangat untuk kembali kesini.
Esok harinya setelah kedatanganku disini, aku bergegas menuju tempat dimana kita saling mengikat janji disana. Ya! Pantai! Tempat itulah yang selalu ada dalam ingatanku. Bertemu denganmu ditempat itu adalah hal yang selalu ku impikan selama ini. Aku begitu yakin akan kehadiranmu di tempat itu malam ini, namun ternyata aku salah. Tak ada seorangpun disana. Yang ada hanya bayangan masalalu kita berdua, pohon, pasir, serta gelombang air laut yang sampai saat ini selalu saja menenangkan. Aku terduduk diam sambil menundukkan kepala di hamparan pantai yang indah itu.
“Enji....” panggilan itu sontak membangunkanku. Aku tak melihat siapapun disini, dan kukira itu hanya halunasi dari efek kerinduan yang ada. “Enji..” panggilan itu semakin keras terdengar ditelingaku. Sekali lagi aku memperhatikan sekeliling, namun nihil. Aku kembali menundukkan kepala dan mencoba untuk tidak menghiraukan apapun yang terjadi.
“Auu..” aku menjerit terkejut ketika ada sebuah kerikil kecil yang mendarat tepat dikepalaku. Dengan hati kesal aku menoleh kebelakang dan sambutan hangatpun datang dari tangan mungilmu yang mungkin saja sebagai ungkapan rindu. Sesaat dunia ini terasa berhenti, ketika pertanyaan ini kamu lontarkan “masihkah kamu ingat dengan dua sosok orang yang mengikat janji disini? Yaa,, itu kita!” dan sekarang kita bertemu disini untuk menepati janji yang ada, bertemu dan melepaskan kerinduan yan tercipta empat tahun ini.
Tidak ada yang berubah darimu enji, kamu tampak sumringah setelah sekian lama di Bandung. “kamu tidak berbuat yang aneh-aneh kan?” gurauan demi gurauan kian hadir mewarnai kehangatan dipantai malam itu.
Kamu menatapku sambil tersenyum, dan aku tau kenapa kamu begitu.
“malam di pantai ini akan selalu terasa indah jika bersamamu, bahkan jauh lebih indah dari apapun yang ku rasakan selama ini” setiap hari selama empat tahun aku selalu menanti kedatangan orang yang namanya kutulis dipohon itu...
**
Hingga akhirnya aku sadar bahwa detik ini kamu dan aku tidak akan lagi bersatu seperti dulu......
***** 
CR/1




1 komentar:

  1. Hingga akhirnya aku sadar bahwa detik ini kamu dan aku tidak akan lagi bersatu seperti dulu......
    kenapaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa???? hahahahaha

    BalasHapus