Sebait Kenangan
Akankah kamu mengingat jalanan kecil
tempat kita sering bermain dulu? Ya!, jalanan didepan rumahku dan diseberang
rumahmu. Aku yakin kamu pasti masih ingat akan itu. Kita selalu menghabiskan
waktu untuk melakukan kegiatan yang kurasa tidak begitu penting namun sangat
berkesan, bahkan hingga sekarang.
“Enji...
begitu aku meneriakkan namamu saat kita memainkan permainan kampung yang sangat
menyenangkan. Cakbur, begitulah kami semua menyebutnya. Permainan demi
permainan kita lakukan bersama dan kamu tak pernah memenangkan satu permainan
pun dariku, aku selalu ingat itu. Yang selalu ku ingat juga adalah ketika sore
hari menghampiri. Ibu kita akan berdiri sigap didepan pagar rumah dan tak lupa
dengan segayung air ditangannya.
“Ini
sudah waktunya mandi, jangan seperti si kenzi (orang gila dikomplek perumahanku
yang sepertinya sudah 3 kali lebaran tidak menyentuh air dan sabun)” begitu
kata ibuku. Bukan hanya aku yang dimarahi, kamupun juga seperti itu, ceramah
sore itu akan selalu kita dapatkan sebagai penutup permainan hahaha.
Dari
keseluruhan aku mengenalmu, peristiwa di pantai saat malam itu adalah peristiwa
bahagia dan sedih yang tidak bisa kulupakan. Aku mengukir nama kita di sebuah
pohon yang tampaknya sangat kokoh sekali dipinggir pantai. Meskipun pantai
adalah tempat favorit yang sering kita kunjungi, tapi malam itu semuanya terasa
berbeda. Tiba-tiba kamu berbicara serius menatapku dan tak memberikan tatapan
seperti biasanya. Genggaman erat yang kamu berikan menandakan ada hal penting
yang ingin kamu katakan. Kamu berusaha untuk menutupinya namun, aku takkan
semudah itu kamu dustai. “bicaralah” ujarku padamu.
Genggamanmu
semakin erat seperti orang yang tak mau kehilangan namun keadaan harus
memisahkan. Dan ternyata firasatku benar. “aku diterima di salah satu Universitas
Negeri di Bandung, dan kamu tau itu adalah impianku, namun itu berarti kita
tidak akan bisa seperti ini lagi, kita akan saling berjauhan” begitu katamu sambil
memanglingkan wajah karena tak kuasa menahan sedih.
Spontan
aku melepaskan genggamanmu, masa kuliah yang kubayangkan akan bahagia bersamamu
sekejap sirna karena ucapanmu. Aku tak inginkan ini terjadi namun aku juga
tidak akan bisa menghalangi keinginanmu. Aku tersenyum dan kembali menjawab
“jika itu memang yang terbaik untuk kamu, aku, dan kita, maka pergilah! Masa
depanmu menunggu disana”. Dengan berat hati ku sampaikan itu.
Hembusan
angin hentak membelah kesunyian yang ada malam itu. Riak ombak menambah suasana
indah saat itu. Dipantai ini kita berpisah dan kuharap disini jugalah tempat
kita kan bersua. Nanti.
*****
4
tahun sudah aku meninggalkan tempat ini. Aku mencium aroma kerinduan yang
sangat pekat di kota ini. Kehangatan dari keluarga kecilku, keramahan warga
disini, dan segala hal yang berperan di kota penuh kenangan ini dan pastinya
dirimu yang selalu membuatku semangat untuk kembali kesini.
Esok
harinya setelah kedatanganku disini, aku bergegas menuju tempat dimana kita
saling mengikat janji disana. Ya! Pantai! Tempat itulah yang selalu ada dalam
ingatanku. Bertemu denganmu ditempat itu adalah hal yang selalu ku impikan
selama ini. Aku begitu yakin akan kehadiranmu di tempat itu malam ini, namun
ternyata aku salah. Tak ada seorangpun disana. Yang ada hanya bayangan masalalu
kita berdua, pohon, pasir, serta gelombang air laut yang sampai saat ini selalu
saja menenangkan. Aku terduduk diam sambil menundukkan kepala di hamparan
pantai yang indah itu.
“Enji....”
panggilan itu sontak membangunkanku. Aku tak melihat siapapun disini, dan
kukira itu hanya halunasi dari efek kerinduan yang ada. “Enji..” panggilan itu
semakin keras terdengar ditelingaku. Sekali lagi aku memperhatikan sekeliling,
namun nihil. Aku kembali menundukkan kepala dan mencoba untuk tidak
menghiraukan apapun yang terjadi.
“Auu..”
aku menjerit terkejut ketika ada sebuah kerikil kecil yang mendarat tepat
dikepalaku. Dengan hati kesal aku menoleh kebelakang dan sambutan hangatpun
datang dari tangan mungilmu yang mungkin saja sebagai ungkapan rindu. Sesaat
dunia ini terasa berhenti, ketika pertanyaan ini kamu lontarkan “masihkah kamu
ingat dengan dua sosok orang yang mengikat janji disini? Yaa,, itu kita!” dan
sekarang kita bertemu disini untuk menepati janji yang ada, bertemu dan melepaskan
kerinduan yan tercipta empat tahun ini.
Tidak ada yang berubah darimu enji, kamu tampak
sumringah setelah sekian lama di Bandung. “kamu tidak berbuat yang aneh-aneh
kan?” gurauan demi gurauan kian hadir mewarnai kehangatan dipantai malam itu.
Kamu menatapku sambil tersenyum, dan aku tau kenapa
kamu begitu.
“malam di pantai ini akan selalu terasa indah jika
bersamamu, bahkan jauh lebih indah dari apapun yang ku rasakan selama ini”
setiap hari selama empat tahun aku selalu menanti kedatangan orang yang namanya
kutulis dipohon itu...
**
Hingga akhirnya aku sadar bahwa detik ini kamu dan
aku tidak akan lagi bersatu seperti dulu......
*****
CR/1
Hingga akhirnya aku sadar bahwa detik ini kamu dan aku tidak akan lagi bersatu seperti dulu......
BalasHapuskenapaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa???? hahahahaha