MENTARI SETELAH HUJAN
by Loli Via Handayani
Aku Rio dan aku benci ibuku. Kenapa? Karena kami miskin
dan dia pincang. Aku malu punya ibu seperti dia. Dia hanya seorang penjual
bengkuang. Kalian bisa melihatnya berjualan di tepian trotoar jalan. Ayahku
entah kemana,sejak kecil aku hanya tinggal bersama ibu, dan itu semakin
membuatku benci atas kehidupanku. Pagi hari ibu sudah membersihkan rumah kami,
saat aku terjaga nasi dan beberapa potong tempe goreng sudah tersedia di meja,
dan ibu sudah tak ada di rumah dia sudah pergi berkeliling menawarkan jasa
mencuci. Siang hari sampai petang dia berjualan bengkuang. Malam hari dia
menawarkan jasa menyetrika pada tetangga.
Aku tak pernah mengerti kenapa hidupku sesulit ini.
Aku sering berandai-andai saat sendiri. Andai aku orang kaya, andai ibuku tidak
pincang, andai kami tidak miskin mungkin hidupku tak seberat ini. Di sekolah
aku biasa diledek teman-temanku karena memiliki ibu pincang.
“Rio ibu kamu pincang ya?” “ Kasian banget sih kamu
Rio”
“Emang kamu gak malu punya ibu kaya
gitu? Pincang, jualan bengkuang, miskin lagi!” “hahahahahaa….”
Karena itu aku malu punya ibu seperti dia, aku tak
pernah mengizinkan dia datang kesekolah, dia tak perlu memanggilku saat
berpapasan di jalan. Aku malu memiliki ibu seperti dia. Ibu tau kalau aku tak menyukainya,
aku pernah menghardiknya saat di sekolah aku diledek teman-temanku. Ibu hanya
diam saja saat aku menghardiknya, itu membuatku puas mengatakan apa yang ada
dipikiranku. Aku tak peduli telah menggores hatinya yang tua dengan
perkataanku, menurutku dia yang menyebabkan kesulitan dihidupku. Aku tak
menyesal.
Aku bertekad akan merubah hidupku. Aku akan belajar
keras. Aku mendapat beasiswa saat di Sekolah Menengah Pertama, saat ini aku
harus berusaha untuk mendapat beasiswa ke Australia. Aku akan memulai hidup
baru di sana. Meninggalkan nasib burukku disini.
Desember 2009, aku berangkat ke Australia. Aku akan
melanjutkan kuliahku di sana. Aku diterima disalah satu Universitas ternama di
Australia, aku masuk bidang kedokteran bagian ahli bedah jantung. Aku
berangkat, dengan hanya mengatakan kepada ibu untuk tidak mencariku. Ibu hanya
menangis saat itu, dia memelukku. Tekadku sudah bulat, aku tak peduli dengan
ibuku, aku tinggalkan dia sendiri, aku pergi dan tak membawanya serta
bersamaku.
Beberapa tahun berlalu, aku selesai melewati masa
kuliahku, mati-matian aku berjuang demi gelarku. Aku bekerja paruh waktu dan
sebagainya untuk menyambung hidup. Ibuku? Aku tak pernah ingin mengingatnya.
Sekarang aku sudah menikah, mempunyai seorang putra, aku dan istriku bekerja di
rumah sakit yang sama. Selama aku di Australia aku tak pernah pulang Indonesia,
bagiku tak ada alasanku untuk pulang, hanya akan mempermalukanku saja.
Sampai tiba undangan lewat pesan singkat dari teman
seangkatanku di Sekolah Menengah Atas, mereka akan mengadakan reunian. Aku
tertarik untuk pulang ke Indonesia, aku ingin mereka semua, mereka yang
menghinaku melihat diriku yang sekarang. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang
ke Indonesia.
Seminggu lalu aku tiba di Indonesia, aku tak membawa
serta istri dan anakku, aku tak mau nanti ada yang member tau mereka tentang
ibu. Aku masih tak menerimanya sebagai ibuku. Ya! Aku tetap malu dan
membencinya. Aku sama sekali tak ingin bertemu ataupun mengunjunginya. Hariku
di Indonesia ku isi dengan berkeliling kota, menikmati apa-apa saja yang ingin
kunikmati di sini. Aku menikmati masa jaya ku ini.
Hari ini adalah hari diadakannya reuni. Saat
diperjalanan aku melihat seorang ibu tiba-tiba jatuh tergeletak di tepi jalan.
Awalnya aku tak peduli, tapi naluriku sebagai seorang dokter tergugah untuk
menolongnya. Aku hentikan mobilku, dan turun untuk melihat keadaannya.
Aku dekati tubuh tua renta dengan pakaian lusuh tak
berwarna, badannya kurus kering, uban sudah menguasai kepalanya. Aku balikkan
tubuh tua itu, dan betapa terkejutnya aku memandang wajah senja di depanku.
Ya! Dia ibuku. Di
dekatnya tergeletak saputangan kusam bernoda darah. Sedangkan tangannya
menggenggam secarik kertas.
Anakku
Rio…
Ibu sangat rindu padamu. Sudah bertahun-tahun ibu
tak melihatmu nak. Bagaimana keadaanmu? Ibu ingin sekali menemuimu, tapi ibu
tau kamu akan malu nantinya. Maafkan ibu yang tak sempurna ya nak, ibu hanya
membebanimu.
Dulu, Rio kecil ibu yang manis ingin sekali makan
ice cream, saat itu ibu sibuk mencuci sehingga lalai memperhatikanmu yang telah
sampai di tengah jalan mengejar penjual ice cream. Saat itu sebuah mobil
melintas cepat. Ibu lari menyelamatkanmu, tapi ibu tak bisa menyelamatkan diri
ibu sendiri, kecelakaan itu membuat kaki ibu cacat seumur hidup. Tapi ibu bahagia
Rio kecil ibu selamat. Meski kaki ibu cacat.
Ibu bahagia bisa membesarkanmu dengan jerih payah
ibu sendiri. Ibu bangga bisa menyekolahkanmu. Ibu mencintaimu lebih dari
apapun. Ibu sangat menyayangimu. Engkau adalah harta ibu yang paling berharga. Maafkan
ibu karena menjadi ibu yang tak sempurna, maafkan ibu karena kita miskin,
maafkan ibu karena tak bias membahagiakanmu.
Tapi Rioku,,,,Ibu
adalah orang yang paling mencintaimu di dunia ini
Tangisku semakin pecah saat membaca surat itu. Aku
meraung sebisaku, tapi terlambat, Tuhan
takkan mengembalikannya padaku. TBC yang dideritanya telah merenggut nyawanya. Dia
mengetahui aku akan pulang ke Indonesia, ia berniat menemuiku dia tau aku akan datang ke reuni itu.
Saat itu terbayang rentetan memori wajah senja itu
di ingatanku. Dia yang memeras keringatnya untuk menghidupiku, dia yang bekerja
keras siang dan malam untukku, dia yang rela tak tidur nyenyak hanya untuk
diriku, dan masih banyak curahan cintanya yang tak terlihat di mataku. Aku
peluk erat tubuh renta itu, aku dekap erat-erat.
“ Ibu!!! Aku mohon…bangunlah! Ini aku Rio bu…aku
mohon”
“Andai aku masih punya kesempatan ibu!!!”
“Andai aku masih punya kesempatan,
aku akan menjaga ibu seumur hidupku, tolong ibu, aku mohon bangunlah!!”
Ibuku tak bergerak, wajah tuanya tersenyum,
kehangatannya mulai menghilang. Dia telah pergi meninggalkanku. Aku tak kuasa
menahan dukaku, aku meraung seperti orang gila, kusebut-sebut namanya, tapi
hanya keheningan yang tersisa.
Ibu, maafkan anakmu yang durhaka ini. Ampuni aku
yang tak tahu diri, tak ada yang bisa kulakukan untuk membalas budimu, kasihmu,
cintamu, tak ada yang pantas untuk membayar semuanya. Engkau rela mengorbankan
nyawamu untukku, engkau serahkan hartamu demi aku, kau besarkan aku dengan
cintamu. Ibu, andai aku menyadari kau adalah air di tengah gersang, cahaya di
tengah kegelapan, mentari setelah hujan, mungkin aku akan lebih tau maknamu
sebagai cinta sejatiku.